Minggu, 21 Desember 2014

Sejarah dan Letusan Gunung Gamalama


Gunung Gamalama adalah sebuah gunung stratovolcano kerucut yang merupakan keseluruhan Pulau TernateKepulauan MalukuIndonesia. Pulau ini ada di pesisir barat Pulau Halmahera yang ada di bagian utara Kepulauan Maluku. Selama berabad-abad, Ternate adalah pusat bentengPortugis dan VOC Belanda untuk perdagangan rempah-rempah, yang telah mencatat aktivitas volkanik Gamalama.
Gunung Gamalama mempunyai ketinggian 1.715 meter di atas permukaan laut. Gunung Gamalama ditutupi Hutan Montane pada ketinggian 1.200 - 1.500 m dan Hutan Ericaceous pada ketinggian di atas 1.500 m.

Nama Gunung Gamalama diambil dari kata Kie Gam Lamo ("negeri yang besar").  Gamalama sudah lebih dari 60 kali meletus sejak letusannya pertama kali tercatat pada tahun 1538. Erupsi yang menimbulkan korban jiwa setidaknya sudah empat kali terjadi, dengan korban terbanyak jatuh pada tahun 1775. Kala itu, erupsi Gunung Gamalama melenyapkan Desa Soela Takomi bersama 141 penduduknya. 
Aktifitas Gunung Gamalama yang tidak pernah berhenti bergolak tidak menghentikan kehidupan 185.705 warga Ternate di kaki dan punggung Gunung Gamalama. Justru jumlah penduduk terus bertambah dengan laju pertambahan penduduk per tahun mencapai 4,72 persen atau sekitar 8.000 orang. Bangunan-bangunan baru juga terus bermunculan karena adanya kota Ternate yang merupakan pintu masuk ke Provinsi Maluku Utara.
Aktivitas gunung Gamalama yang berkelanjutan juga memunculkan adanya tradisiKololi Kie, yang kini digelar rutin setiap bulan April sebagai salah satu pertunjukan dalam Festival Legu Gam, pesta rakyat Maluku Utara. Tradisi masyarakat Gamalama warisan nenek moyang ini berupa sebuah ritual tradisional mengitari Gunung Gamalama sambil mengunjungi sejumlah tempat dan makam-makam keramat. Ritual ini dilakukan sebagai pengharapan agar Gamalama tidak meletus.
Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Surono menyatakan, gunung api di kawasan Maluku Utara cenderung reaktif. ”Keaktifan gunung di kawasan itu dipicu amat aktifnya gerakan lempeng tektoniknya. Setelah gempa 7,3 skala Richter pada 15 November lalu, saya minta aktivitas gunung apinya diwaspadai,” ujarnya.


Reaktifnya Gunung Gamalama ini, lanjut Surono, karena sistemnya sudah terbuka. ”Ini seperti mengocok kaleng soda. Dengan sedikit guncangan, tekanannya cepat tinggi sehingga terjadi letusan meski magma belum terisi penuh,” katanya.


Dengan sistem terbuka itu, letusan Gamalama diprediksi tak akan besar. ”Dengan skala letusan itu, ancamannya adalah hujan abu. Meski untuk penerbangan, itu bisa jadi gangguan fatal. Karena itu, sejak lama kami mengusulkan pemindahan ibu kota Maluku Utara, juga lokasi bandara,” kata Surono.


Namun, Gamalama amat berbahaya jika terjadi penyumbatan lava sehingga energi terakumulasi. Jika itu terjadi, letusan Gamalama bisa besar, bahkan muncul di tempat lain, di tubuh gunung, sebagaimana terjadi di masa lalu. ”Gamalama berbahaya jika terjadi letusan samping mengingat Kota Ternate tidak berada di kaki gunung, tapi di punggungan gunung. Kaki Gamalama di dasar laut,” ujarnya.


Menurut catatan dalam buku Data Dasar Gunung Api Indonesia (2011), aktivitas Gamalama mematikan. Sejak 1538 hingga 2014, Gamalama meletus 69 kali dengan rentang waktu letusan 1 tahun hingga 50 tahun. Salah satu letusan paling besar tercatat terjadi 7 September 1775.


Letusan itu mengakibatkan terbentuknya danau kawah Tolire Jaha dan memusnahkan Desa Soela Takomi yang terletak 1,5 km dari Kelurahan Takoma, Ternate. Sebanyak 141 warga Desa Soela Takomi hilang saat letusan itu. Danau Tolire Jaha terletak di barat laut Ternate, berjarak 4 km dari puncak Gunung Gamalama dan 500 meter dari pantai.

Sumber: http://id.wikipedia.org/, Kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar