Senin, 13 April 2015

Trilogi Kisah Iran dan Daulah Shafawi: Munculnya Daulah Shafawi (2/3)


Tidak berlebihan jika kita katakan berdirinya Daulah Shafawi di Iran merupakan bencana bagi umat Islam secara umum dan Iran secara khusus. Iran yang selama 900 tahun merupakan wilayah Sunni yang banyak menyumbang nilai-nilai peradaban Islam dan mencetak imam-imam besar Ahlussunnah wal Jamaah semisal Imam Bukhari dan Muslim dalam ilmu hadist, Imam Syibaweih dan al-Farahidi dalam ilmu gramatika bahasa Arab, al-Biruni dalam ilmu-ilmu eksak, dll. Namun, dengan berdirinya Daulah Syiah Shafawi di Iran, jejak-jejak kemajuan yang sudah digariskan oleh ilmuan-ilmuan Islam berubah arah. Arah kemajuan yang selama ini telah dicapai, berubah menjadi ketidakstabilan karena gejolak permusuhan dan konflik.
Pemaksaan doktrin Syiah oleh anak keturanan Shafiyuddin Ishaq al-Ardabili di wilayah Iran yang tatkala itu mayoritas Sunni membuahkan ketidak-adilan, pertumpahan darah, dan pembantaian.
Jadi, perhatikanlah sejarah Syiah di Iran selama masa pemerintahan Daulah Shafawiyah (907-1148 H/1507-1735 M). Kebijakan mereka adalah menindas Ahlussunnah wal Jamaah di wilayah mereka, menampakkan permusuhan dan peperangan terhadap Turki Utsmani, dan menjalin kerja sama dengan negara-negara Salib Eropa.
Kebijakan Terhadap Ahlussunnah wal Jamaah
Kebijakan Daulah Shafawi terhadap umat Islam dapat kita ketahui dengan melihat muamalah mereka terhadap penduduk Kota Tabriz, kota besar yang mayoritas penduduknya adalah Ahlussunnah wal Jamaah. Ketika pendiri Daulah Shafawi, Ismail ash-Shafawi, masuk ke Kota Tabriz, maka bagi siapa yang menyelisihi dan menolak ajaran Syiah, ia akan berhadapan dengan kematian. Diriwayatkan bahwa jumlah penduduk Tabriz yang terbunuh saat itu lebih dari 20.000 orang dalam keadaan dirusak anggota tubuhnya (al-Khouli, 1981: 51).
Pembantaian terhadap umat Islam oleh Daulah Shafawi tidak hanya berhenti di Tabriz, setelah menderita kekalahan dari Uzbek di Kota Mahmud Abad –sebuah daerah dekat dengan Kota Mour-, Ismail ash-Shafawi melampiaskan kekesalannya dengan membantai penduduk Kota Mour. Ia mengumumkan ideologi resmi daerah tersebut adalah Syiah dan memaksa penduduk setempat yang mayoritas Sunni berubah menjadi Syiah. Untuk itu ia mengganti kurikulum di sekolah-sekolah dengan akidah Syiah dan menyebarkannya di kalangan masyarakat (Fauzi, ash-Shafawiyun, akhbaraka.net).
Pada masa Syah Abbas I, ia melarang penduduk Iran untuk menunaikan haji ke Mekah al-Mukaromah dan memaksa penduduknya untuk berziarah ke akam Imam Ali bin Musa ar-Ridha di kota suci Syiah, Kota Masyhad di Iran. Kebijakan ini dilakukan agar penduduk Iran tidak masuk ke wilayah Kerajaan Sunni Turki Utsmani dan membayar visa perjalanan ke kerajaan Sunni tersebut (Jum’ah, 1980: 101).
Terlalu banyak kisah-kisah intimidasi, pembunuhan, dan pelanggaran hak-hak asasi yang dilakukan oleh Daulah ash-Shafawi terhadap umat Islam untuk kita tuliskan satu per satu harus di artikel yang singkat ini. Cukuplah tiga contoh di atas menjadi pelajaran bagi kita betapa keras permusuhan Syiah terhadap umat Islam terlebih ketika mereka memegang kekuasaan.
Kerja Sama Daulah Shafawi dengan Eropa
Persekongkolan Daulah Syiah Shafawi dengan orang-orang Salib telah terjadi sejak mula. Khalifah pertama mereka, Ismail ash-Shafawi telah menjalin kontak kerja sama militer dengan pemerintah Portugal melalui Alfonso de Alburqueque. Kerja sama itu berlanjut pada masa Syah Abbas I, bahkan kerja sama ini memasuki ranah yang lebih sensitif yakni masalah keyakinan. Syah Abbas I adalah khalifah Shafawi yang pertama yang mengizinkan pembangunan gereja di wilayahnya, ia juga mengundang para misionaris dari kalangan pendeta dan biarawan untuk mendakwahkan agama Kristen di wilayahnya. Syah Abbas I benar-benar memuliakan semua orang Eropa yang datang ke negerinya, termasuk para pedagang Eropa. Para pedagang ini mendapat perlakuan khusus dengan dibebaskan dari pajak (Makarios, 2003: 154-156). Sejak saat itu, datanglah berduyun-duyun para penguasa dan pedagang Kristen Eropa ke tanah Iran.
Ketika dua orang utusan Inggris; Antonio Sherly dan Robert Sherly, datang ke Iran, Syah Abbas I sangat memuliakannya dan memerintahkan semua orang di kerjaan Shafawi untuk memuliakan dua orang tamu dari Inggris ini. Utusan Inggris ini datang ke Iran dalam rangka menjalin kerja sama militer antara kedua kerajaan ini. Inggris bersedia melatih militer Shafawi untuk berperang melawan Utsmani. Selain itu Inggris juga menggalang suara negara-negara Eropa untuk bersekutu dengan Shafawi memerangi Utsmani (Makarios, 2003: 154-156). Bahkan Iran sendiri mengadakan pendekatan dengan Paus Roma untuk mencari simpatik negara-negara Kristen Eropa dalam membantu misinya menghancurkan Turki Utsmani.
Paus Paul V pun mengirim surat kepada Syah Abbas I sebagai jawaban dan sambutannya atas keinginan Syah Abbas I menaklukkan Turki Utsmani. Dalam suratnya Paus Paul V menyatakan:
– Betapa inginnya Paus Paul V turut andil dalam melemahkan Turki Utsmani, dan betapa ia menginginkan mewujudkan hal tersebut. Paus akan berusha menyatukan raja-raja Kristen agar menjadi satu aliansi dalam memerangi Turki Utsmani dari arah Barat dan Syah Abbas dari arah Timur.
– Paus akan mengirimkan para insinyur dan ahli militer ke Iran untuk memperkuat militer Iran.
– Paus meminta agar Iran dan Roma aktif saling mengirimkan duta-duta mereka terkait permasalahan ini.
– Paus meminta agar Syah Abbas I bersikap lemah lembut terhadap umat Nasrani di Iran dan selain Iran, tidak menghukum orang Islam yang murtad ke agama Kristen, dan tidak memaksa orang Kristen masuk ke dalam Islam (Jum’ah, 1980: 271-272).
Inilah beberapa kerja sama yang dilakukan orang-orang Syiah Shafawi dengan orang-orang non-Islam untuk menghancurkan simbolisasi Islam Ahlussunnah wal Jamaah pada abad pertengahan Turki Utsmani. Demikian juga halnya pada era modern ini, betapa giatnya Iran sebagai simbolisasi Syiah di dunia menghancurkan simbolisasi Ahlussunnah yaitu Kerajaan Arab Saudi. Mereka menghancurkan image negeri sunnah ini melalui pemberitaan-pemberitaan negatif yang membuat umat Islam tidak simpatik bahkan benci terhadap negara Ahlussunnah ini. Iran juga melakukan tipu daya, tampil seolah-olah merekalah pahlawan Islam di era modern saat ini dengan lantang melawan Amerika dan Israel walaupun kenyataannya negara Syiah ini sama sekali belum pernah menuntaskan retorika mereka dengan peperangan.
Ibnu Taimiyah memberikan paradigma yang baik sekali tentang sikap Syiah terhadap umat Islam Ahlussunnah wal Jamaah. Ia mengatakan, “Rafidhah (Syiah) itu menjadikan orang-orang yang memerangi Ahlussunnah sebagai teman; mereka bekerja sama dengan Tatar dan Nasrani. Mereka juga menjalin perdamaian dengan orang-orang Eropa… …Apabila umat Islam menang atas Tatar, mereka (Syiah) pun berduka dan bersedih. Sebaliknya, kalau Tatar yang menang, mereka bersuka cita dan bahagia…” (Ibnu Taimiyah, 28: 336-337).
Di tengah bencana dan musibah yang diberikan oleh Syah Abbas I terhadap dunia Islam, Republik Syiah Iran sekarang ini malah menganggap tokoh antagonis ini sebagai pahlawan nasional mereka, mengangkat derajat negara mereka, mewujudkan harapan, dan symbol perlawanan terhadap muslim Sunni.
Penutup
Syiah kembali mengulangi seajrah mereka, bekerja sama dengan orang-orang yang memusuhi Islam untuk menghancurkan umat Islam. Contoh nyata adalah apa yang dilakukan oleh negara Irak saat ini dengan pemimpin Syiah mereka Presiden Nouri al-Maliki.
Pemerintah Irak bersekutu dengan penjajah Amerika melakukan kejahatan terhadap muslim Sunni di negeri 1001 malam tersebut. Mereka menghapus pemahaman Sunni di Irak dan memaksakan penduduknya untuk menerima akidah Syiah, sama persisi seperti yang dilakukan oleh orang-orang Shafawi terdahulu.
Semoga Allah melindungi negeri kita Indonesia dari kejahatan orang-orang Syiah, semoga umat ini tidak mudah ditipu dengan slogan-slogan persatuan yang pada akhirnya adalah penyesalan.
Sumber: islamhistory.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar