Jumat, 25 April 2014

Proposal Peneletianku

BIOSORPSI  ION Ni2+, Zn2+, DAN Cd2+ OLEH Nannochloropsis salina DALAM SISTEM TIGA LOGAM

BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
       Salah satu problema yang dialami oleh negara berkembang adalah pencemaran. Pencemaran dapat berasal dari proses alami maupun yang diakibatkan oleh kegiatan manusia, yang akan menyebabkan terganggunya ekosistem di lingkungan. Allah SWT telah memperingatkan manusia dala QS. Asy. Syu’ra (26) a: 30 yang artinya “Apa saja musibah yang menimpa kamu, disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar kesalahan itu”. Diharapkan dengan upaya dalam menanggulangi pencemaran yang diakibatkan oleh manusia dengan pendekataan ini, kita mendapatkan maaf dari Allah SWT., seperti yang dimaksudkan dalam ayat tersebut diatas (1).
Salah satu jenis pencemaran yang harus mendapat perhatian adalah pencemaran dari hasil limbah industri atau pun limbah rumah tangga berupa logam-logam berat yang terdistribusi ke perairan laut. Limbah logam berat di lingkungan akuatik sangat membahayakan keberlangsungan hidup organisme yang terlibat dalam lingkungan aquatik, termasuk manusia. Logam berat berbahaya bagi manusia karena dapat mengakibatkan efek biotoksik pada manusia yang kemudian menimbulkan penyakit akut maupun kronis. Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) dalam Ghifari (2011) menemukan bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan dari keberadaan logam berat di rantai makanan, meski dalam konsentrasi yang sangat kecil. Jelas limbah logam berat di lingkungan akuatik sangat mengancam keberlangsungan lingkungan dan organisme (2,3).
        Logam berat yang sering ditemukan di lingkungan perairan antara lain adalah Pb, Cr, Cd, Mn, Co, Fe, Zn, dan Ni. Konsentrasi logam-logam berat tersebut bila melebihi ambang batas yang diperbolehkan dapat berbahaya karena tingkat toksisitasnya akan mengganggu organisme yang ada diperairan maupun manusia sebagai konsumen, baik langsung maupun tidak langsung. Logam-logam dalam lingkungan perairan umumnya berada dalam bentuk ion, ada yang merupakan ion-ion bebas, pasangan ion organik, dan ion-ion kompleks (4,5).
        Dalam badan air, ion-ion logam juga bereaksi membentuk kompleks organik dan kompleks anorganik. Ion-ion logam seperti Pb2+, Zn2+, Cd2+, dan Hg2+, mempunyai kemampuan untuk membentuk senyawa kompleks sendiri. Ion logam tersebut dengan mudah akan membentuk kompleks dengan ion Cl- dan/atau SO42- pada konsentrasi yang sama dengan konsentrasi dalam  air laut (6).
        Teknik pengolahan limbah logam berat dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya melalui pendekatan teknik fisiko-kimia, namun teknik ini membutuhkan biaya yang mahal, di samping itu juga tidak ramah lingkungan. Belakangan ini, hasil penelitian menunjukkan bahwa pendekatan-pendekatan secara bioteknologi dapat diterima sebagai alternatif yang menarik. Salah satu pendekatan secara bioteknologi yaitu dengan memanfaatkan mikroalga sebagai biosorben dalam penanganan kontaminasi logam berat di perairan laut. Keuntungan yang diperoleh dari metode biosorpsi berkaitan dengan penanganan logam berat adalah efisiensi biaya, lebih mudah, dan tahap yang singkat dan cepat serta resiko kecelakaan yang relatif kecil (7,3).
        Mikroalga memiliki klorofil dan menggunakan energi sinar untuk mengubah COmenjadi glukosa dan ATP serta membebaskan oksigen sebagai produk. Mikroalga hanya membutuhkan air, sinar matahari, dan nutrien untuk kelangsungan hidupnya. Mikroalga umumnya mampu menjerap dan mengakumulasi logam berat dalam tubuhnya (8,9).
        Nannochloropsis salina merupakan salah satu spesies mikroalga dengan waktu regenerasi yang relatif cepat. Interaksinya dengan bahan pencemar di laut dapat menyebabkan perubahan perilaku kehidupan, seperti perubahan   populasi,  kecepatan  pertumbuhan,  aspek  biokimia,   dan   morfologi. Mikroalga N. salina berukuran 2-4 mm yang hanya dapat dilihat dengan mikroskop. Berdasarkan ukurannya, N. salina seharusnya sangat rentan terhadap pencemaran logam berat seperti ion Ni2+, Cu2+, Zn2+, Cd2+, dan Pb2+ di perairan jika dibandingkan dengan tumbuhan dengan tingkatan yang lebih tinggi seperti rumput laut dan lamun. Dalam berbagai kasus pencemaran logam berat di perairan, sebagian besar organisme laut tidak mampu bertahan hidup, namun N. salina dijumpai tetap hidup dalam perairan yang tercemar logam berat (7).
        Dalam sistem ion multi-logam, interaksi yang sinergik maupun antagonik dapat terjadi dalam kaitannya dengan peningkatan  pertumbuhan  mikroalga  di  perairan laut. Kompetisi dua spesies logam terjadi pada biosorpsi lon Cu2+ dan Zn2+ dalam penjerapan oleh Cymodecea nodosa dan Cu2+ lebih dominan terjerap oleh biomassa. Penjerapan ion logam Cd2+ lebih banyak terserap oleh mikro alga Chaetoceros calcitrans dibandingkan ion logam Cu2+. Sementara itu ion logam Pb2+ lebih banyak terserap oleh mikro alga C. calcitrans dibandingkan Zn2+ (10,11,9).
        Pemanfaatan N. salina sebagai penjerap ion Ni2+, Zn2+, dan Cd2+ pada logam tunggal, cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya konsentrasi ion logam di dalam medium pertumbuhan. Hal ini dapat dilihat dari menurunnya konsentrasi logam dalam filtrat jika dibandingkan dengan konsentrasi awal pemaparan (12,13,14).
        Sementara pada sistem Bi-logam, penambahan ion Zn2+ membuat penjerapan Cu2+ oleh N. salina mengalami penurunan dibandingkan dengan penjerapan logam tunggal Cu2+. Hal yang sama juga terjadi pada penambahan Cu2+ ke dalam ion Zn2+. Sementara penambahan Cu2+ lebih mempengaruhi pertumbuhan mikroalga N. salina dibandingkan ion Zn2+ (15,16).
        Beranjak dari penelitian sebelumnya, telah dilakukan beberapa kajian penjerapan logam berat terhadap N. salina dengan logam tunggal dan campuran dua logam, sementara diketahui bahwa logam di alam tidak berada dalam keadan bebas tetapi dalam bentuk ion-ion yang kompleks, maka pada penelitian ini akan dilakukan kajian dengan menggunakan sistem tiga logam terhadap N. salina sebagai biosorben untuk menuju pada sistem multi logam.
        Sesuai dengan uraian di atas, akan dilakukan penelitian tentang biosorpsi ion Ni2+, Zn2+, dan Cd2+ dengan memanfaatkan mikroalga N. salina sebagai biosorben dalam sistem tiga logam. Metode ini diharapakan dapat mengurangi konsentrasi logam berat di lingkungan perairan dan dapat menjadi solusi bagi permasalahan lingkungan akuatik yang tercemar oleh limbah logam berat.
I.2. Rumusan Masalah
1.  Bagaimana pola pertumbuhan N. salina pada sistem tiga logam  Ni2+, Zn2+, dan Cd2+ dibandingkan dengan pertumbuhan pada   logam tunggal?
2.  Berapa efisiensi penjerapan pada logam tunggal serta campuran tiga logam Ni2+, Zn2+, dan Cd2+ oleh N. salina?
3.  Gugus fungsi apa yang terlibat dalam penjerapan pada logam tunggal dan campuran tiga logam Ni2+, Zn2+, dan Cd2+ oleh N. salina?
I.3. Maksud dan Tujuan Penelitian
I.3.1. Maksud Penelitian
       Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui interaksi mikroalga N. salina dengan campuran logam Ni2+ , Zn2+, dan Cd2+  dalam larutan Medium Conwy.
I.3.2. Tujuan Penelitian
1.  Menentukan pola pertumbuhan N. salina pada sistem tiga logam Ni2+, Zn2+, dan Cd2+ yang dibandingkan dengan pertumbuhan pada logam tunggal.
2.  Menentukan besar efesiensi penjerapan pada logam tunggal serta campuran tiga logam Ni2+, Zn2+, dan Cd2+ oleh N. salina.
3.  Menentukan gugus fungsi yang mungkin terlibat dalam proses penjerapan pada logam tunggal serta campura tiga logam Ni2+, Zn2+, dan Cd2+ N. salina.
I.4. Manfaat Penelitian
       Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi interaksi N. salina dengan logam Ni2+, Zn2+, dan Cd2+ dalam sistem tiga logam untuk mengurangi konsentrasi logam berat di lingkungan perairan dan dapat menjadi solusi bagi permasalahan lingkungan akuatik yang tercemar oleh limbah logam berat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Logam Berat di Perairan Laut.
        Dua pertiga luas wilayah Indonesia terdiri dari lautan, dan di dalamnya terdapat bermacam-macam makhluk hidup baik berupa tumbuhan maupun hewan yang sangat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat. Namun Keberadaan logam berat di lingkungan perairan sangat berbahaya bagi kelangsungan makhluk hidup di dalamnya maupun bagi manusia. Logam berat dapat terakumulasi pada ikan, tumbuhan air, maupun organisme air lainnya. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya bioakumulasi dan biomagnifikasi logam berat pada manusia apabila manusia mengonsumsi organisme air maupun air yang tercemar logam berat tersebut (3).
        Pencemaran menurut keputusan Menteri Kependudukan Lingkungan Hidup No.02/MENKLH/1988, pencemaran adalah masuk atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan/atau komponen lain ke dalam air atau udara. Pencemaran juga bisa berarti berubahnya tatanan (komposisi) air atau udara oleh kegiatan manusia dan proses alam, sehingga kualitas air/udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (17).
        Logam berat merupakan penyusun utama pada kerak bumi yang tidak dapat didegradasi maupun dihancurkan. Keberadaaan logam berat di lingkungan perairan tidak lepas dari berbagai aktivitas manusia. Pertambangan, industri, produksi energi, serta alat komunikasi dan transportasi merupakan aktivitas manusia yang berpotensi mencemari lingkungan air dengan logam berat (18,3).
     Logam atau mineral-mineral esensial adalah suatu logam atau mineral yang tidak dapat diproduksi oleh tubuh, mineral ini dapat masuk ke dalam tubuh melalui bahan makanan atau minuman yang di konsumsi. Bila logam-logam esensial ini masuk kedalam tubuh dalam jumlah yang berlebihan maka berubah fungsi menjadi zat racun   bagi tubuh (6).
     Istilah logam berat merujuk pada elemen/unsur logam atau metaloid yang memiliki massa jenis atau densitas yang tinggi dan biasanya bersifat sangat toksik meski pada konsentrasi sangat rendah. Namun karakteristik yang sesungguhnya membedakan logam berat dengan kelompok unsur lainnya adalah sifat kimianya, termasuk aktivitasnya di dalam tubuh manusia. Meskipun beberapa logam berat dibutuhkan oleh tubuh manusia sebagai mikronutrien, pada kadar lebih tinggi dapat menyebabkan efek biotoksik pada manusia. Logam berat meliputi tembaga, timbal, kadmium, seng, raksa, arsenik, perak, kromium, besi, dan kelompok logam platina (18).
     Penyebab utama logam berat menjadi bahan pencemar berbahaya adalah karena sifatnya yang tidak dapat terurai oleh organisme hidup yang ada di lingkungan dan mudah diabsorpsi oleh biota laut sehingga terakumulasi dalam tubuh. Unsur logam berat dapat masuk ke dalam tubuh biota laut melalui 3 cara yaitu melalui permukaan tubuh, terserap insang dan rantai makanan. Selain mengganggu ekosistem, unsur logam berat secara tidak langsung juga merusak perikanan dan kesehatan manusia (19).
     Pencemaran akut di perairan, sebagian besar bahan pencemar dalam bentuk larutan sehingga adsorpsi dan akumulasi langsung oleh biota akan menggambarkan keadaan yang terjadi. Dalam kaitan ini, mikroalga menarik untuk dijadikan bioindikator, dan biosorben terhadap ion Cu(II) dalam mereduksi tingkat pencemaran (20).
        Interaksi C. calcitrans dengan ion Cu(II) dalam medium Conwy cair menunjukkan kapasitas yang relatif besar, hingga 40 mg.L-1, demikian juga halnya dengan interaksi biomassa terhadap Cu(II). Biomassa ini berpotensi untuk diarahkan menjadi agen penjerap (biosorben) dalam prekonsentrasi ion Cu(II) dengan cara kerja yang mirip dengan resin penukar ion, namun biaya yang diperlukan relatif lebih murah. Peningkatan nilai EC50 terhadap logam tunggal Cu, Zn, dan Pb dalam kultur mikroalga dengan nutrien N, P, dan EDTA, lebih tinggi sesuai urutan Cu <<Zn<<Pb (21).
II.1.1. Nikel (Ni)
        Nikel merupakan kelompok logam transisi yang umum digunakan dalam proses elektroplating, baja tahan karat, dan batu baterei nikel-kadmium. Di alam, Ni dijumpai dalam bentuk ion heksaquo [Ni(H2O)6]2+ dan garam terlarut dalam air. Air laut mengandung Ni sekitar 1,5 µg.L-1, sekitar 50% dalam bentuk Ni2+, sementara sungai dan danau mengandung Ni2+ total 0,2-10 µg.L-1. Perairan yang dekat dengan daerah pertambangan dan peleburan dapat mengandung Ni2+ sampai 6,4 mg.L-1 (9).
        Nikel diketahui memiliki peranan penting dalam biologis mikroorganisme dan tumbuhan. Hal ini dibuktikan bahwa dalam urease (enzim yang berperan dalam hidrolisis urea) mengandung nikel. Tetapi apabila kandungan nikel yang diserap dalam tubuh berlebih akan menyebabkan gangguan pernafasan, asma, sakit perut, kidney (kadar protein berlebih dalam urin), kanker, dan gangguan kehamilan. Gangguan dari efek logam nikel yang paling sering adalah alergi. Kira-kira 10-20% dari populasi menunjukkan reaksi alergi terhadap nikel. Dari beberapa orang yang mengalami alergi menunjukkan adanya gangguan pada kulit di sekitar kulit yang terkena logam nikel. Gangguan yang lebih berbahaya terhadap logam nikel adalah bronchitis kronik gangguan fungsi paru-paru dan kanker hati (22).
II.1.2. Zink (Zn)
         Zink adalah logam yang memilki karakteristik cukup reaktif, berwarna putih-kebiruan, pudar bila terkena uap udara, dan terbakar bila terkena udara dengan api hijau terang. Zink dapat bereaksi dengan asam, basa dan senyawa non logam. Zink  di alam tidak berada dalam keadaan bebas, tetapi dalam bentuk terikat dengan unsur lain berupa mineral. Mineral yang mengandung Zn di alam bebas antara lain kalamin, franklinite, smitkosonit, willenit, dan zinkit (23).
         Pada dasarnya Zn bukanlah unsur radioaktif sehingga unsur tersebut pada konsenteasi rendah memiliki fungsi secara biologis. Hal tersebut karena Zn memiliki daya afinitas yang tinggi dan rendah untuk mengikat enzim. Seng dibutuhkan untuk proses metabolism dalam tubuh, tetapi dalam kadar tinggi dapat bersifat racun. Bagi mikroorganisme termasuk mikroalga, Zn berfungsi sebagai penstabil struktur dari protein, reaksi redoks dan hidrolisis serta menjadi pemicu suatu rangkaian    proses (24).
         Pada manusia, Zn merupakan unsur yang terlibat dalam sejumlah besar enzim yang mengkatalisis reaksi metabolik yang vital. Selain itu, Zn esensial untuk proses pertumbuhan anak dan berperan dalam proses pembentukan DNA dan RNA serta partisipasinya dalam metabolisme protein. Toksisitas Zn akan terlihat apabila masuk ke dalam tubuh dalam jumlah yang berlebihan atau melebihi nilai toleransi yang telah ditetapkan yaitu 40 mg.kg-1 berat kering. Seng dapat menyebabkan efek racun bagi tubuh manusia jika dikonsumsi lebih besar dari 100-500 mg.hari-1. Jika dikonsumsi dalam dosis tinggi, Zn menyebabkan rasa tidak enak dan menyebabkan rusaknya pankreas, gangguan pencernaan, dan diare (9).
II.2.3. Kadmium (Cd)
        Kadmium merupakan salah satu unsur pada golongan II B periode 5 dalam tabel periodik kimia. Kadmium mempunyai nomor atom 48, massa atom relative 112,40, titik lebur 321 oC, dan titik didih  767 oC. Kandungan Cd di dalam perairan tawar berkisar 0,0001-0,01 mg/L, sedangkan pada perairan laut sekitar 0,0001 mg/L. Berdasarkan pada sifat-sifat fisikanya, Cd merupakan logam yang lunak, ductile, berwarna putih seperti putih perak. Logam ini akan kehilangan kilapnya jika berada dalam udara yang basah atau lembab serta akan cepat mengalami kerusakan bila dikenai uap ammonia (NH3) dan sulfur hidroksida (SO2). Berdasarkan pada sifat-sifat kimianya, Cd di dalam persenyawaan yang dibentuknya pada umumnya mempunyai bilangan valensi 2+, sangat sedikit yang mempunyai bilangan valensi 1+ (25).
         Unsur Cd merupakan unsur nonesensial atau tidak dibutuhkan sama sekali pada proses biologis-akuatik, bahkan Cd adalah racun bagi manusia maupun organism lain. Cadmium bersifat racun, karena mengganggu keseimbangan tubuh, yaitu gangguan pada aktivitas enzim sulfuril yang mempunyai aktivitas untuk pertumbuhan sel. Sifat kumulatif unsur Cd dalam air dapat terserap dan terakumulasi secara biologis dalam biota air, meskipun pada kadar yang rendah (26).
II.2.   Proses Adsorpsi
        Adsorpsi secara umum adalah proses terakumulasinya zat-zat terlarut yang terdapat dalam larutan antara dua permukaan,  dapat terjadi antara cairan dan gas; cairan dan zat padat; atau cairan dan cairan lain.  Walaupun proses tersebut dapat terjadi pada seluruh permukaan benda, namun yang sering terjadi adalah penggunaan bahan padat yang mengadsorpsi partikel yang berada dalam air. Bahan yang akan diadsorpsi disebut sebagai adsorbat atau terlarut sedangkan bahan pengadsorpsi dikenal sebagai adsorben (7).
        Pada umumnya proses adsorpsi diklasifikasikan menjadi dua proses yaitu proses adsorpsi secara fisik (fisisorpsi) yang di sebabkan oleh gaya vander Waals, dan adsorpsi secara kimia (kemisorpsi) yang disebabkan melalui reaksi kimia antara molekul-molekul adsorbat dengan atom-atom penyusun permukaan adsorben. Selain kedua adsopsi tersebut, dikenal pula istilah biosorpsi. Biosorpsi dapat didefinisikan sebagai pemindahan senyawa, partikulat, spesies logam atau metaloid dari larutan oleh makhluk hidup atau produk metabolitnya (27,7).
II.3.  Nannochloropsis salina
      Nannochloropsis adalah genus laut tunggal dari Eustigmatophyceae. Hal ini umumnya digambarkan sebagai komponen dari prokariotik sejak ukurannya berkisar 2-5 μm. Nannochloropsis memiliki sejumlah kandungan pigmen dan nutrisi seperti protein (52,11%), karbohidrat (16%), lemak (27,64%), vitamin C (0,85%), dan klorofil A (0,89%). Nannochloropsis sp. merupakan sel berwarna kehijauan, tidak motil, dan tidak berflagel. Selnya berbentuk bola dan berukuran kecil. Organisme ini merupakan divisi yang terpisah dari Nannochloris karena tidak adanya klorofil B. Nannochloropsis sp. merupakan pakan yang populer untuk rotifer, artemia, dan pada umumnya merupakan    organisme penyaring (28,29).
Taksonomi untuk mikroalga Nannochloropsis salina adalah sebagai berikut: (30)
Kingdom
: Chromista
Filum
: Ochrophyta
Kelas
: Eustiqmatophyceae
Ordo
: Eustiqmatales
Family
: Monodopsidaceae
Genus
: Nannochloropsis
Spesies
: Nannochloropsis salina
Gambar 1. Profil Nannochloropsis sp. di bawah mikroskop


Nannochloropsis salina tidak hidup secara individual di alam akan tetapi hidup berkoloni, koloni dari N. salina ini dikenal dengan Chlorella sp.  Sel Chlorella sp berbentuk bulat atau bulat telur dan umumnya merupakan alga bersel tunggal (uniselular), meskipun kadang-kadang dijumpai bergerombol. Diameter selnya berkisar antara 2-8 mikron, berwarna hijau, dan dinding selnya keras yang terdiri dari selulosa dan pektin, serta mempunyai protoplasma yang berbentuk cawan, seperti pada Gambar 1 (16).
        Pertumbuhan Chlorella sp sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan, diantaranya unsur hara dalam media kultur serta kualitas air seperti salinitas, pH, suhu, intensitas cahaya yang optimum. Untuk mendapatkan persediaan Chlorella sp sebagai pakan alami, maka diperlukan suatu studi tentang penggunaan media kultur yang memberikan hasil tebaik terutama mengenai jumlah sel atau kepadatan Chlorella sp yang dihasilkan. Hal ini karena setiap media mempunyai komposisi unsur hara yang berbeda-beda antara satu media dengan yang lain, dimana masing-masing unsur hara tersebut juga mempunyai fungsi yang berbeda pula bagi fitoplankton yang akan dibudidayakan (31).

Nannochloropsis sp. bersifat kosmopolit dapat tumbuh pada salinitas 0-35%. Salinitas optimum untuk pertumbuhannya adalah 25-35%, dan suhu 25-30 oC merupakan kisaran suhu yang optimal.  Mikroalga ini dapat tumbuh baik pada kisaran pH 8-9,5 dan intensitas cahaya 100-10000 lux. Kepadatan optimum yang dapat dicapai untuk skala laboratrium 50-60 juta sel/mL dengan masa kultur 4-7 hari. Nannochloropsis sp. memiliki kandungan lipid yang cukup tinggi yaitu  antara 31-68% berat kering (29).
        Nannochloropsis merupakan salah satu mikroalga air laut yang umum dikembangbiakkan pada tempat penetasan ikan sebagai makanan untuk rotifer. Pembiakan Nannochloropsis sp. dalam jumlah besar telah dilakukan melalui berbagai macam cara, seperti kolam besar di tempat terbuka dan tangki pada kantung polietilen 50-500 liter atau tabung serat gelas yang diletakkan di dalam ruangan dengan cahaya tambahan. Proses pembiakan menggunakan sistem tersebut dapat menimbulkan masalah, antara lain mikroalga mudah terkontaminasi, dan produktifitas serta konsentrasi biomassanya rendah (7).
        Nannochloropsis mengandung Vitamin B12 dan Eicosapentaenoic acid (EPA) sebesar 31,42% dan total kandungan omega 3 HUFAs sebesar 42,7%, serta mengandung protein 52,11%. Vitamin B12 sangat penting untuk populasi rectifier dan EPA penting untuk nilai nutrisinya sebagai pakan larva dan juvenile ikan laut. selain itu, muda dikultur secara missal, tidak menimbulkan racun atau kerusakan ekosistem di bak pemeliharaan larva, pertumbuhannya relative cepat dan memiliki kandungan antibiotic. Kepadatan optimum yang dapat dicapai untuk skala laboratorium 50-60 juta sel/ml (32).
        Mikroalga dalam tumbuhan membentuk kompleks dengan logam berat dan berfungsi sebagai detoksifikan tumbuhan dari logam berat. Mikroalga ini dapat disintesis secara enzimatik dari glutation yang memberikan respon terhadap ion logam (33).
        Semakin banyak mikroalga yang diproduksi, maka semakin besar jumlah logam yang dapat dikomplekskan, seiring dengan semakin besar jumlah logam yang dapat diakumulasi. Cukup beralasan untuk menganggap bahwa pembentukan hanya akan terjadi pada fitoplankton dalam keadaan hidup, maka proses adsorpsi serupa tidak akan teramati pada mikroalga mati (biomassanya). Mikroalga telah dipertimbangkan memainkan peran suatu organisme untuk mentoleransi logam berat yang dipaparkan hingga suatu konsentrasi yang relatif tinggi, sebanding dengan peningkatan produksi mikroalga (19).
        Sementara itu dalam sistem ion multi logam tampaknya dapat terjadi interaksi yang sinergik maupun antagonik dalam kaitannya dengan peningkatan pertumbuhan mikroalga di perairan laut. Nannochloropsis sp. bereproduksi secara aseksual melalui autospora, yakni bentuk sel anak tanpa cambuk yang akan dilepaskan dari dinding yang hancur pada sel induk yang asli. Sel anak yang dilepaskan merupakan tiruan yang hampir sempurna dari sel vegetatif yang memproduksinya (10,34).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

III.1. Alat Penelitian
         Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat gelas yang umum digunakan di laboratorium kimia, kertas saring Whatman 42, oven merek SPNISOSFD, sentrifus, aerator merek Amara, alat pencacah hemositometer merek Marienfeld LOT-No 4551, hand counter, mikroskop Nikon SE dengan perbesaran sampai dengan 125 kali, Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) Buck Scientific model 205 VGP, Spektrofotometer Fourier Transform Infra-Red (FTIR) Shimadzu model IR Prestige-21, Autoklaf merek All American model No. 1925X, filter membran selulosa nitrat (Millipore) 0,45 µm.
III.2. Bahan Penelitian
         Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah larutan  HNO3 p.a., Ni(NO3)2.6H2O, Zn(NO3)2.6H2O, Cd(NO3)2.4H2O, serbuk      KBr 5-10 %, biakan murni N. salina yang diperoleh dari BPP-BAP Maros, larutan Medium Conwy disiapkan dengan mendidihkan larutan stok A, ditambahkan 1 mL larutan stok B (Tabel 1). Selanjutnya campuran larutan tersebut ditambahkan ke dalam air laut steril (2 mL per Liter air laut) kemudian ditambahkan 0,1 mL larutan stok C dan ditambahkan 0,1 mL larutan stok D.
Tabel 1.Komposisi Medium Conwy
Nama Bahan
Jumlah, g
Stok A
FeCl3. 6H2O
1,30
MnCl2. 4H2O
0,36
H3BO3
33,60
EDTA
45,00
NaH2PO4. 2H2O
20,00
NaNO3
100,00
Akuades
1 L
Stok B
ZnCl2
2,10
CoCl2. 6H2O
2,00
(NH4)6MoO24. 4H2O
0,90
CuSO4. 5H2O
2,00
Akuades
100 mL
Stok C
Vitamin B12
10,00
Vitamin B
200, 00
Akuades
100 mL
Stok D
Na2SiO3. 5H2O
4,00
Akuades
100 

III.3. Waktu dan Tempat Penelitian
        Penelitian ini akan dilakukan pada semester akhir tahun ajaran 2013/2014, di Laboratorium Kimia Analitik Jurusan Kimia FMIPA Unhas. Analisis Spektrofotometer FT-IR dilakukan di Laboratorium Kimia Terpadu Jurusan Kimia FMIPA Unhas.
III.4. Prosedur Penelitian
         Disiapkan air laut steril yang diperoleh dari BPP-BAP Maros  dengan cara disaring dengan Millipore 0,45 µm kemudian air laut yang telah disaring disterilkan dengan otoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit. Alat-alat dan wadah yang digunakan disterilkan dalam oven pada suhu 150 oC selama 3 jam.
III.4.1. Penyiapan N. Salina
        Biakan murni N. salina diperoleh dari BPP-BAP Maros sebanyak     18 mL dimasukkan dalam erlenmeyer 1 L yang berisi 800 mL air laut steril dengan salinitas medium 25% ditambahkan 2 mL Medium Conwy dan 0,1 mL vitamin B1 dan B12, kemudian dicukupkan dengan air laut steril hingga volume 1 L lalu dihomogenkan dan dihubungkan dengan aerator kemudian wadah ditutup lalu didiamkan dalam ruangan bersuhu 20 oC dengan pencahayaan 4000 Lux secara kontinu. Pertumbuhan N. salina diamati setiap hari sampai pertumbuhan N. salina ditandai dengan    warna hijau.
III.4.2. Pembuatan Larutan Baku
         Larutan induk Ni2+ 10.000 ppm, yang dibuat dengan cara  menimbang 24,758 gram Ni(NO3)2.6H2O dilarutkan dengan 1 mL       HNO3 p.a kemudian diencerkan dengan air laut steril dalam labu ukur      500 mL.
         Larutan induk Zn2+ 10.000 ppm, yang dibuat dengan cara menimbang 22,742 gram Zn(NO3)2.6H2O dilarutkan dengan 1 mL HNO3 p.a kemudian diencerkan dengan air laut steril dalam labu ukur 500 mL.
         Larutan induk Cd2+ 10.000 ppm, yang dibuat dengan cara menimbang 13,719 gram Cd(NO3)2.4H2O dilarutkan dengan 1 mL HNO3 p.a kemudian diencerkan dengan air laut steril dalam labu ukur 500 mL.

III.4.3. Pengamatan pertumbuhan N. Salina pada Medium Tercemar 
           Logam Tunggal dan Sistem Tiga Logam Ni2+,  Zn2+, dan Cd2+
         Wadah 1 L yang telah disterilkan disiapkan sebanyak 5 buah. Ke dalam masing-masing wadah dimasukkan 800 mL air laut steril dengan salinitas medium 25% kemudian 2 mL larutan Medium Conwy, 0,1 mL vitamin B1 dan B12 serta 18 mL biakan N. salina dengan kepadatan awal sekitar 30 x 104 sel/mL. Satu wadah sebagai kontrol tidak dipaparkan ion logam, ketiga wadah lainnya masing-masing dipaparkan Ni2+, Zn2+, dan Cd2+ dengan konsentrasi berturut-turut: 5 ppm, 10 ppm dan 10 ppm dan satu wadahnya lagi ditambahkan  dengan campuran logam  Ni2+, Zn2+, dan Cd2+ dengan konsentrasi masing-masing 5 ppm, 10 ppm, dan          10 ppm,  semua wadah kemudian dicukupkan hingga 1 L dengan air laut steril. Larutan dihomogenkan dan dihubungkan dengan aerator kemudian wadah ditutup lalu didiamkan dalam ruangan bersuhu 20 oC dengan pencahayaan yang kontinu. Pengamatan pertumbuhan N. salina dilakukan setiap 24 jam dengan menggunakan hemositometer (Gambar 2) di bawah mikroskop hingga mikroalga tidak mengalami pertumbuhan lagi. Sampel diambil dengan menggunakan pipet steril sebanyak 0,1-0,5 mL dan diteteskan pada haemositometer. Jumlah populasi dengan 4 bidang pengamatan (A, B, C, dan D) dihitung sesuai persamaan [1].

      Jumlah sel = A+B+C+D/4 x 104 sel/mL………………………[1]
Gambar 2. Hemositometer (29)
Masing-masing larutan medium kultur dipipet sebanyak 10 mL kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 6.000 rpm selama 15 menit untuk memisahkan mikroalga yang menjerap logam dengan air laut steril.  Kandungan logam Ni2+, Zn2+, dan Cd2+ dalam filtrat ditentukan dengan menggunakan SSA.
III.4.4. Proses Pengukuran Konsentrasi ion logam
1.    Pembuatan Kurva Baku
        Sebanyak 1 mL larutan baku logam 10.000 ppm dipipet  untuk membuat 100 ppm kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL, selanjutnya ditambahkan air laut steril sampai tanda batas sampai tanda batas. Dibuat seri masing-masing larutan baku, untuk Ni2+ masing-masing dengan konsentrasi 0;1 ppm; 0,5 ppm; 1 ppm, 2 ppm, 3 ppm, dan 5 ppm. Untuk Zn2+ masing-masing dengan konsentrasi 0,5 ppm; 1 ppm,  2 ppm;  3 ppm; 5 ppm, dan 10 ppm. Untuk Cd2+ masing-masing dengan konsentrasi 0,1 ppm; 0,5 ppm; 1 ppm; 2 ppm; 3 ppm dan 5 ppm.

2.    Pengukuran Konsentrasi Ion Logam
         Diambil 5 mL larutan medium yang telah diamati dan dihitung kemudian disentrifus selanjutnya pengukuran absorban dalam filtrat diukur dengan SSA, kemudian konsentrasi ion ditentukan berdasarkan kurva baku yang telah dibuat. Konsentrasi dihitung sesuai persamaan [2]

A = a . b . C.................................[2]

        Di mana absorban (A), konstanta absorptivitas (a), panjang medium absorbansi dalam nyala (b), dan konsentrasi (C). Nilai b dalam persamaan (2) adalah tetap maka A sebanding dengan C.
3.    Kondisi pengukuran SSA
        Penentuan panjang gelombang Ni2+, Zn2+, dan Cd2+ menggunakan HCL (lampu katoda berongga) dengan panjang gelombang berturut-turut: 231 nm, 213 nm dan 228 nm.
4.    Pengamatan Efesiensi Penjerapan Ni2+ , Zn2+, dan Cd2+ dalam Sistem Tiga Logam
        Efesiensi penjerapan campuran logam Ni2+, Zn2+, dan Cd2+ oleh fitoplankton N. salina dihitung berdasarkan perbandingan konsentrasi ion Ni2+, Zn2+, dan Cd2+ yang terjerap dengan konsentrasi logam mula-mula.  Pengukuran konsentrasi logam dilakukan pada filtrat medium yang telah ditambahkan campuran Ni2+, Zn2+, dan Cd2+ dari awal pertumbuhan fitoplankton N. salina dengan menggunakan SSA.  Untuk mendapatkan nilai efesiensi penyerap (Ep) diperoleh dari persamaan berikut ini :
   Cs = Co – Cf             .................[3]
Ep = Cs/Co x 100% ................[4]

Dimana Cs adalah konsentrasi ion logam yang terjerap oleh fitoplankton, Co adalah konsentrasi awal ion logam dan Cf adalah konsentrasi ion logam dalam filtrat medium.
 III.4.5. Identifikasi gugus fungsi pada N. salina dengan FT-IR
        Penentuan gugus fungsi sebelum dan sesudah proses biosorpsi campuran ion logam Ni2+, Zn2+, dan Cd2+ dilakukan pada medium pertumbuhan N. salina tanpa dan dengan paparan Ni2+, Zn2+, dan Cd2+ pada konsentrasi yang mempunyai nilai efesiensi penjerapan ion logam paling tinggi. setelah hari terakhir pengamatan, residu total N. salina dipisahkan dari filtrat dengan cara disentrifugasi dengan kcepatan      6.000 rpm hingga filtrat tidak berwarna. Residu yang diperoleh dikeringkan di dalam oven selama 1 jam pada suhu 35 oC.
Sekitar 10 mg residu N. salina yang telah kering dihaluskan dalam lumpang dan dicampurkan dengan serbuk KBr (5-10 % sampel dalam serbuk KBr) lalu ditentukan langsung dengan menggunakan             diffuse reflectance measuring (DRS-8000). Mula-mula DRS-8000 dipasang pada tempat sampel lalu serbuk KBr dimasukkan pada sample pan, dan background ditentukan. Untuk menentukan spektrum sampel, dilakukan dengan memasukkan sampel yang telah dicampur dengan KBr pada sampel pan lalu spektrum ditentukan. Setelah selesai DRS-8000  disimpan kembali.
Hasil analisis ini memberikan informasi tentang perubahan-perubahan yang mungkin terjadi  setelah  aplikasi  logam  dibandingkan dengan data gugus fungsi N. salina sebelum aplikasi, yang dapat digunakan untuk menentukan mekanisme penjerapan logam.

 DAFTAR PUSTAKA
 1.  Anonim, QS. Asy-Syu’ara (26) a: 30, Kementerian Agama Republik Indonesia. Jakarta.
2.  Samat  dan  Lesbani, A. 2012. “Studi Interaksi Seng(II) pada Asam Humat Muara Kuang serta Aplikasinya terhadap Limbah Industri Pelapisan Seng”. Jurnal Penelitian Sains Volume 15 Nomer 1(C) 15105.
3.  Ghifari., A., S. 2011. “Biosorpsi Logam Berat di Lingkungan Akuatik Menggunakan Limbah Sekam Padi (Oryza Sativa L.) sebagai Biosorben”. Universitas Indonesia. Depok.
4.  Wahab, A.W., Hala, Y., Fibiyanthy, 2013. “Pengaruh Medium Tercemar Logam Pb dan Cu terhadap Pertumbuhan Nannochloropsis salina”, MANASIR, 1(1): 83-87.
5.  Ahalya, A., Ramachandra, T. V., and Kanamadi, R. D. 2003. Biosorption of Heavy  Metals, Res. J. Chem. Environ. 7(4): 71-79http://www.ces.iisc.ernet.in/energy/water/paper/biosorption/biosorption.htm. Di akses 16 November 2013.
6.  Palar, H., 1994. “Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat”, PT Rineka Cipta, Jakarta.
7.  Hala, Y., 2013. “Kajian Mekanisme Penjerapan Ion Ni2+, Cu2+, Zn2+, Cd2+, dan Pb2+ pada Nannochloropsis salina dalam Medium Conwy”, Disertasi belum dipublikasikan, Program Pascasarjana, Universitas Hasanuddin, Makassar.
8.  Bjornstad, J. M. 2005. A Dynamical Systems Approach to Modeling Plankton Food    Web, Department of Electrical and Computer Engineering, Georgia Institute of    Technology.
9.  Hala, Y., Taba, P., dan Mariani, M., 2010. “Fitosorpsi Bi-Logam Cd(II) dan Cu(II) oleh Chaetoceros Calcitrans dalam Medium Conwy”, Marina Chimica Acta, 30-35.
10. Gonzalez_Davila, M. 1995. The Role of Phytoplankton Cells on the Control of Heavy Metal Concentration in Seawater”, Mar. Chem. 48:215-236.
11. Sanchez, A., Ballester, A., Blazquea, M. L. dan Gonzalez, F. 1999. “Biosorpsi of Copper and Zinc by Cymodoceae Hadosa”, FEMS, Microbiology Review, 23, 527-536.
12.  Sarubang., I., G. 2013 “Pemanfaatan Nannochloropsis salina Untuk Biosorpsi Ni2+dalam Medium Conwy. Skripsi belum dipublikasikan. Universitas Hasanuddin. Makassar.
13.  Hala, Y., Syahrul, M., Suryati, E., Taba, P. 2012. “Biosorption of Zn2+ With Nannochloropsis salina”. The 2nd International Seminar on New Paradigm and Innovation on Natural Science and Its Application (INSPINSA-2), Semarang.
14. Ani, F, N. 2013. “Biosorpsi Cd2+ Oleh Nannochloropsis salina dalam Medium Conwy”. Skripsi belum dipublikasikan. Universitas Hasanuddin. Makassar.
15.   Sam A. N. 2012. Interaksi Bi-Logam Cu2+ Dan Zn2+ dengan Nannochloropsis  Salina dalam Medium Conwy. Skripsi belum dipublikasikan, Universitas Hasanuddin, Makassar.
16.   Suadi. A, 2012. Interaksi Bi-Logam Pb2+ dan Zn2+ dengan Nannochloropsis Salina dalam Medium Conwy. Skripsi belum dipublikasikan. Universitas Hasanuddin. Makassar.
17. Anonim. 1998. Peraturan Menteri Kependudukan Lingkungan Hidup    No. 02/MENKLH/1988 tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan. Kementrian Kependudukan Lingkungan Hidup Republik Indonesia.
18.  Duruibe, J.O., Ogwuegbu, M.O.C., & Egwurugwu, J.N. 2007. “Heavy Metal Pollution and Human Biotoxic Effects”, International Journal of Physical Sciences, Vol. 2 (5), pp. 112-118, hlm: 1-7.
19.  Supriyanto C., Samin, dan Kamal Z., 2007. Analisis Cemaran Logam Berat Pb, Cu, dan Cd pada Ikan Air Tawar dengan Metode Spektrometri Nyala Serapan Atom (SSA), Makalah disajikan dalam Seminar Nasional III SDM Teknologi Nuklir, Yogyakarta, 21-22 November 2007.
20.  Hala, Y., Raya, I., Ilham, A. 2004. Interaksi Reaksi Fitoplankton Chaetoceros Calcitrans dengan Ion Cu(II) dalam Lingkungan Perairan Laut, Mar. Chim. Acta. 6(2): 11-14.
21.  Seidl, M., Huang, V., Mouchel, J. M. 1998. Toxicity of Combined Sewer Overflows on River Phytoplankton: the Role of Heavy Metals, Environ. Pollut. 101: 107-116. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15093103. Di akses 14 November 2013.
22.  Muarip. S. 2012. Kompleks Kobalt (Co) dan Nikel (Ni) dalam  Tubuh. http://al-chemi.blogspot.com/2012/06/kompleks-kobalt-co-dan-nikel-ni-dalam.html. Di akses 22 .November 2013.
23.  Darmayanti, Rahman. N, Supriadi. 2012. Adsorpsi Timbal (Pb) dan Zink (Zn) dari Larutannya menggunakan Arang Hayati (Biocharcoal) Kulit Pisang Kepok Berdasarkan Variasi pH. Jurnal Akademika Kimia. Volume 1, No. 4, 2012: 159-165.
24.  H. Amin. 2007. Kajian Logam Berat Timbal (Pb) dan Seng (Zn) pada Air, Sedimen, dan Makrozoobentos diperairan Waduk Cirata Provinsi Jawa Barat. Sekolah Pasca Sarja. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
25.  Desratriyanti R, 2009. Toksisitas Kadmium (Cd) dan Tembaga (Cu) terhadap Perkembangan Embrio-Larva Kerang Hijau  (Perna Viridis). Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
26.  Yumiarti, June Mellawati, dan Suwinna S. 1996. Akumulasi, Ditribusi, dan Toksisitas Cd terbadap Ikan Lele (Clarias Batrachus) dalam Air. Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, BATAN.
27.  Saputera., W, B. 2008. Desain Sistem Adsorpsi dengan Dua Adsorben. Universitas Indonesia. Depok.
28.  Hu H., and Gao K., 2003, Optimization Of Growth And Fatty Acid Composition Of a Unicellular Marine Picoplankton, Nannochloropsis Sp., With Enriched Carbon Sources, Biotechnol. Lett., 25 (5), 421–425.
29.  Fachrullah. M. R., 2011. Laju Pertumbuhan Mikroalga Penghasil Biofuel Jenis Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. yang dikultivasi menggunakan Air Limbah Hasil Penambangan Timah di Pulau Bangka, Skripsi dipublikasikan, Jurusan Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Bogor.
30.Hibberd, D. J., 1981. Algaebase (online),http://www.marinespecies.org/aphia.php?p=taxdetails&id=345489, diakses tgl 14 April 2013.

31.   Chilmawati, D., dan Suminto, 2008, Penggunaan Media Kultur yang berbeda terhadap Pertumbuhan Chlorella Sp, Jurnal Saintek Perikanan, 4 (1), 42-49.
32.  Ernest. P. 2012. Pengaruh Kandungan Ion Nitar terhadap Pertumbuhan Nannochloropsis sp. Skripsi. Universitas Indonesia. Depok.
33.  Cobbet, C., S., 2000. Phytochelatin Biosynthesis and Function in Heavy Metal Detoxification, Curr. Opin. Plant. Biol, 30 (4), 211-216.
34.   Gualtieri, B., and Barsanti, L. 2006. Algae Anatomy, Biochemistry, and Biotechnology, CRC Press, Taylor & Francis Group, Boca Raton.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar