BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.1. Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis
Jacq.L) termasuk tumbuhan kelas Angiospermae, ordo Palmales, famili Arecaceae
dan genus Elaeis. Menurut morfologinya, kelapa sawit dapat diklasifikasikan
sebagai berikut: (11)
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermathopyta
Class : Angiospermae
Ordo : Monocotyledonae
Famili : Palmae
Genus : Elaeis
Spesies :
Elaeis guinensi s Jacq
Gambar
1. Pohon kelapa Sawit (12)
Tanaman ini berasal
dari Afrika Barat. Meskipun demikian, ada yang mengatakan bahwa tanaman kelapa
sawit berasal dari Amerika Selatan yaitu Brasil karena lebih banyak ditemukan
spesies kelapa sawit di hutan Brasil dibanding dengan Afrika. Pada
kenyataannya, tanaman kelapa sawit justru hidup subur di luar daerah asalnya,
seperti Indonesia, Malaysia, Thailand dan Papua Nugini, bahkan mampu memberikan
hasil produksi per hektar yang lebih tinggi.
Kelapa sawit dapat tumbuh baik di daerah tropika basah antara 12oLU-12oLS
pada suhu optimum sekitar 24o-28oC
dengan curah hujan rata-rata 2000-2500 mm/tahun (13).
Kelapa sawit merupakan tanaman berumah
satu (monocious), artinya bunga
jantan dan bunga betina terdapat dalam satu tanaman dan masing-masing terangkai dalam satu tandan.
Rangkaian bunga jantan terpisah dengan bunga betina. Setiap rangkaian bunga muncul dari pangkal
pelepah daun. Rangkaian bunga jantan dihasilkan dengan siklus yang berselang
seling dengan rangkaian bunga betina, sehingga pembungaan secara bersamaan
sangat jarang terjadi. Umumnya di alam
hanya terjadi penyerbukan silang, sedangkan penyerbukan sendiri secara buatan
dapat dilakukan dengan menggunakan serbuk sari yang diambil dari bunga jantan
dan ditaburkan pada bunga betina. Waktu yang dibutuhkan mulai dari penyerbukan
hingga buah matang dan siap panen kurang lebih 5-6 bulan (14).
Buah sawit berasal dari tanaman sawit
(Elaeis guineensis, Jacq) terdiri dari bagian-bagian eksokarp, mesokarp,
endokarp dan inti. Bagian mesokarp buah mengandung minyak yang disebut dengan
minyak sawit, sedangkan dari bagian intinya dapat di peroleh minyak inti sawit.
Tanaman sawit adalah tanaman berkeping satu yang termasuk dalam famili Palmae.
Nama genus Elaeis berasal dari bahasa Yunani Elaion atau
minyak, sedangkan
nama guineesis berasal dari kata Guines, yaitu nama tempatdimana seorang
bernama Jaquin menemukan tanaman sawit pertama kali di pantai Guines di Afrika
Selatan (1)
Gambar 2. Buah Sawit dan bagian-bagian dari
kelapa sawit (15)
II.2. Crude Palm
Oil (CPO)
Crude Palm
Oil (CPO)
adalah minyak yang
berasal dari daging
buah sawit yang telah
melewati tahap perebusan
di sterilizing station
dan dilanjutkan dengan pengepresan di pressing station. Dalam
daging buah sawit terdapat 43% crude
palm oil yang tersusun atas berbagai jenis asam lemak, yaitu asam palmitat (C16) 40%-46%, asam Oleat (C18-1)
39%-45%, asam linoleat (C18-2) 7%-11%, asam stearat (C18)
3,6%-4,7% dan asam miristat (C14) 1,1%-2,5%. Crude palm oil (CPO) mengandung
asam lemak bebas yang relatif
tinggi berkisar 3%-5%, sedangkan untuk memproduksi
biodiesel asam lemak
bebas harus ≤ 2%.
Untuk itu, dalam penelitian ini dibutuhkan perlakuan untuk menurunkan kandungan
asam lemak bebas sebelum crude palm oil
(CPO) digunakan sebagai bahan baku
biodiesel melalui reaksi esterifikasi.
Kadar asam lemak
bebas dalam crude
palm oil (CPO) dipengaruhi oleh
tingkat kematangan (ripe)
dari buah kelapa
sawit. Semakin lewat matang buah
kelapa sawit yang digunakan sebagai bahan baku, semakin tinggi pula kadar asam
lemak bebas. Kenaikan kadar ALB juga
turut dipercepat oleh
faktor panas, H2O, keasaman dan biokatalis (16).
Gambar 3. Crude Palm Oil (CPO)
Minyak sawit terdiri dari persenyawaan trigliserida
dan nontrigliserida. Komponen
utama trigliserida terdiri dari gliserol yang berikatan dengan asam
lemak jenuh dan
tidak jenuh. Asam lemak jenuh dengan C lebih kecil dari C
pada asam laurat C11H23COOH bersifat
mudah larut dalam
airmeskipun pada suhu 100oC. Asam lemak dengan C4,
C6, C8 dan C10 mudah menguap dengan adanya uap
air sedangkan laurat (C12) dan miristat (C14) sedikit
mudah menguap. Asam
berbobot molekul rendah (asam lemak tak jenuh) lebih mudah
terlarut dalam etil alkohol dibandingkan asam
lemak berbobot molekul tinggi (asam
lemak jenuh). Berikut ini
adalah tabel karakteristik
dan komposisi minyak sawit :
Tabel 1.
Karakteristik dan komposisi minyak sawit
Keterangan
|
Range nilai
|
Karakteristik
|
Angka iod
|
49,2-58,9
|
Angka penyabunan
|
200-105
|
Asam lemak jenuh (%
berat)
|
Miristat
|
0,5-6
|
Palmitat
|
32-45
|
Stearat
|
2-7
|
Asam lemak tak
jenuh (% berat)
|
Hexadeceonat
|
0,8-1,8
|
Oleat
|
38-52
|
Linoleat
|
5-11
|
Senyawa
non trigliserida antara
lain: monogliserida, digliserida, fosfatida,
karbohidrat, turunan
karbohidrat, protein dan
bahan-bahan berlendir atau
getah serta zat-zat
berwarna yang memberikan
warna serta rasa
dan bau yang
tidak diinginkan. Dalam proses
pemurnian dengan penambahan alkali
(proses penyabunan) beberapa senyawa nontrigliserida ini
dapat dihilangkan, kecuali beberapa
senyawa seperti karoten,
xantofil, tokoferol, sterol
dan fosfatida. Minyak sawit terdiri
dari 0,2-1%
berat bahan tak
tersabunkan, termasuk zat warna
karoten 0,05-0.2%, tokoferol 0,003-0,11% dan sisanya sterol, fosfolipid dan alcohol
(17).
Sementara syarat mutu minyak kelapa
sawit menurut badan standarisasi nasional seperti pada table 2 berikut: (18)
Tabel
2. Syarat Mutu Minyak Kelapa
Sawit Mentah
No.
|
Kriteria uji
|
Satuan
|
Persyaratan Mutu
|
1
|
Warna
|
-
|
Jingga kemerahan
|
2
|
Kadar air dan Kotoran
|
%, fraksi massa
|
Maksimal 0,5
|
3
|
Asam Lemak bebas (sebagai asam palmitat)
|
%, fraksi massa
|
Maksimal 0,5
|
4
|
Bilangan yodium
|
G yodium/100 g
|
50-55
|
Berikut adalah bagaimana proses pengolahan yang
terjadi pada buah kelapa sawit sampai menghasilkan CPO seperti pada gambar 4
berikut ini (8).
Gambar 4. Proses
pengolahan CPO
II.3.1. Penghilangan Getah (Degumming)
Degumming adalah salah
satu proses pemurnian
minyak kelapa sawit untuk
memisahkan getah atau lendir tanpa mengurangi jumlah asam lemak bebas dalam
minyak tersebut. Getah atau lendir tersebut terdiri dari
fosfolipid, protein,
residu, karbohidrat, air,
dan resin. Biasanya
proses
degumming dilakukan
dengan cara dehidratasi getah atau lendir
supaya bahan tersebut mudah terpisah dari minyak (19).
Prose degumming dibedakan menjadi 6 jenis
yaitu (8):
a.
Water Degumming
Water
Degumming adalah proses
menghilangkan getah melalui pengendapan oleh hidrasi air murni minyak mentah
dengan pemisahan sentrifugal. Metode ini digunakan pada ekstraksi gum untuk
produksi lesitin, minyak kedelai dan minyak mentah dengan kandungan fosfor 200
ppm. Dalam proses ini, air adalah agen utama yang digunakan untuk menghapus
hydratable fosfatida dari minyak nabati dan dapat dilakukan dalam batch atau
prosedur terus menerus, tergantung pada jenis minyak yang akan didegummed dan
jumlah minyak yang akan diproses.
b. Dry
Degumming
Proses
degumming kering
melibatkan penghilangan getah melalui pengendapan dengan
kondisi asam dan
melalui filtrasi selama
proses pemutihan, tidak melalui
pemisahan secara sentrifugal. Proses ini
digunakan untuk minyak fosfatida yang rendah seperti kelapa sawit, minyak yang laurat, dan cocok digunakan untuk
pemurnian fisik minyak berikutnya.
c. Enzymatic Degumming
Degumming enzimatik
adalah degumming khusus yang ditingkatkan dengan menggunakan beberapa food
grade enzim. Jenis minyak yang menggunakan metode ini proses adalah minyak
kedelai dan minyak lobak. Keuntungan dari degumming
enzimatik ada ketersedian sabun yang diproduksi
sehingga tidak ada kerugian minyak karena pemisahan ketersediaan penyabunan.
d. Membrane
degumming
Proses degumming Membran biasanya digunakan di pabrik ekstraksi.
Pemisahan membran adalah ukuran eksklusi
berbasis proses tekanan-driven. Ini memisahkan komponen yang berbeda sesuai
dengan molekul beban atau partikel ukuran dan bentuk dari komponen individual
dan tergantung pada interaksi mereka dengan permukaan membran dan komponen lain
dari campuran.
Selama pengolahan minyak, miscella, yang
mengandung 25-30% minyak mentah dan 70-75% heksana
diperoleh dari ekstraksi sebelum penghapusan pelarut. fosfolipid dapat
dipisahkan dari trigliserida dalam tahap miscella menggunakan membran yang
sesuai.
a. EDTA degumming
EDTA
degumming adalah proses
degumming fisiko-kimia. Ini melibatkan penghilangan yang lengkap dari fosfolipid, Etilen Diamin Tetraacetic Acid (EDTA), di depan aditif pengemulsi.
b. Acid
Degumming
Dalam proses degumming asam, gum dipicu oleh beberapa bentuk
asam dan selanjutnya dihilangkan dengan pemisahan secara sentrifugal. Dalam hal
metode ini, gusi dapat terhidrasi pada suhu lebih tinggi dari 400C
dan proses dapat menyebabkan beberapa dewaxing yang biasanya berhubungan dengan
pengolahan bunga matahari dan minyak dedak padi. Dalam proses penyulingan
organik, asam
sitrat biasanya digunakan dan
penghilangan sisa fosfatida adalah dengan pemutihan menggunakan silika
hidrogel.
Asam fosfat dan asam sitrat biasa digunakan
pada proses degumming karena layak untuk
makanan, dan dapat mengikat logam berat. Asam fosfat sebagai degumming agent
sangat baik digunakan dalam proses
pemurnian minyak kelapa
sawit. Jika dosis
asam fosfat yang digunakan terlalu
tinggi, kandungan senyawa
fosfat dalam minyak juga tinggi sehingga tidak bisa
dihilangkan pada proses bleaching. Dosis
asam fosfat yang digunakan saat degumming adalah 0,05 hingga 0,2% (b/b) dari umpan minyak
kelapa sawit kasar. Konsentrasi asam fosfat yang digunakan adalah 85%. Asam
fosfat dapat berfungsi
sebagai pengikat getah
dan juga berfungsi
sebagai senyawa pengkelat.
Asam sitrat ditambahkan
sebagai degumming agent berfungsi sebagai pengurai
fosfatida yang tidak
terhidratasi. Asam sitrat berfungsi sebagai penstabil
dan pengawet minyak
goreng dengan cara
mengkelat logam-logam yang dapat menurunkan kualitas minyak. Kandungan
logamlogam tersebut dapat
bertindak sebagai katalis
dalam oksidasi minyak (19).
II.3.2. Netralisasi
Netralisasi adalah salah satu proses
pemurnian minyak kelapa sawit untuk menghilangkan asam lemak bebas pada minyak
tersebut. Netralisasi dilakukan dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan
kaustik soda atau pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun. Asam lemak
yang terkandung dalam
minyak kelapa sawit
berasal dari hasil reaksi hidrolisis trigliserida. Pada reaksi
hidrolisis, minyak diubah menjadi asam-asam
lemak bebas dan
gliserol. Reaksi hidrolisis
terjadi karena terdapatnya sejumlah
air pada minyak
tersebut. Reaksi ini
dapat menyebabkan ketengikan yang
menghasilkan rasa dan
bau tengik pada minyak (20).
II.3.3. Pemucatan (Bleaching)
Pemucatan adalah proses untuk memisahkan sebagian pigmen yang
tidak diinginkan dengan menggunakan pemucat, kemudian dipisahkan
dari minyak dengan
cara disaring. Tanah pemucat
banyak digunakan karena
sifatnya yang efektif
dalam mengadsorpsi zat warna alami dan hasil degradasi zat warna
tersebut, serta dapat menguraikan peroksida yang terdapat dalam minyak. Hasil
degradasi zat warna tersebut
merupakan suspensi koloidal
yang membuat minyak keruh.
Tanah pemucat yang
sebelumnya berwarna putih kelabu
berubah menjadi hitam karena sifat penyerapan tersebut (21).
II.3.4. Proses
Deodorasi
Proses deodorisasi bertujuan untuk
mengurangi atau menghilangkan rasa dan bau yang tidak dikehendaki dalam minyak
untuk makanan. Senyawa-senyawa yang menimbulkan rasa dan bau yang tidak enak
tersebut biasanya berupa senyawa karbohidrat tak jenuh, asam lemak bebas dengan
berat molekul rendah, senyawa-senyawa aldehid dan keton serta senyawa-senyawa
yang mempunyai volatilitas tinggi lainnya. Kadar senyawa-senyawa tersebut di
atas, walaupun cukup kecil telah cukup untuk memberikan rasa dan bau yang tidak
enak, kadarnya antara 0,001-0,1 % (22).
II.4. Spektrofotometri Ultraviolet-Visibel (UV-Vis)
Spektrofotometri UV-Vis merupakan salah
satu teknik analisis spektroskopi yang memakai
sumber radiasi eleltromagnetik ultraviolet
dekat (190-380) dan
sinar tampak (380 - 780) dengan memakai
instrumen spektrofotometer. Spektrofotometri UV-Vis melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometri UV-Vis
lebih banyak dipakai untuk
analisis kuantitatif ketimbang kualitatif. Spektrofotometer UV-Vis dapat
melakukan penentuan terhadap
sampel yang berupa larutan,
gas, atau uap. Untuk sampel yang
berupa larutan perlu
diperhatikan pelarut yang dipakai antara lain: (23)
1.
Pelarut yang dipakai
tidak mengandung sistem
ikatan rangkap terkonjugasi
pada struktur molekulnya dan tidak berwarna.
2.
Tidak terjadi interaksi dengan molekul senyawa yang dianalisis.
3.
Kemurniannya harus tinggi atau derajat untuk analisis.
II.5. Asam Fosfat
Ada 3 (tiga) jenis asam fosfat yang
dikenal orang, yaitu: asam orto fosfat (H3PO4), asam
pirofosfat (H4P2O7) dan asam metafosfat (HPO4).
Ortofosfat adalah paling stabil dan paling penting (zat-zat ini sering disebut
fosfat saja), larutan pirofofat dan metafosfat berubah menjadi ortofosfat
perlahan-lahan pada suhu biasa, dan lebih cepat dengan didihan. Asam
otorofosfat adalah asam berbasa tiga yang membentuk tiga deret garam.
Ortofosfat primer, misalnya NaH3PO4; ortofosfat sekunder,
misalnya Na2HPO4; dan ortofosfat tersier Na3PO4.
Setiap senyawa fosfat terdapat dalam bentuk terlarut, tersuspensi atau terikat
dalam sel organism air. Dalam air limbah senyawa fosfat dapat berasal dari
limbah penduduk, industri dan pertanian (24).
BAB
III
METODE
PENELITIAN
III.1. Alat Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah alat gelas yang umum digunakan di dalam laboratorium
kimia,sentrifius, reaktor bact (labu
leher tiga), water bath, thermometer, hot plate, pengaduk magnet (stirrer) dan spektrophotometer Uv-Vis.
Gambar
5. Rangkaian Alat Penelitian (1) Labu Leher Tiga,
(2) Pengaduk, (3) Termometer, (4) Tabung Destilasi, (5) Hot Plate, (6) Water
Bath, (7) Klem, (8) Standart Buret
III.2. Bahan Peneletian
Bahan-bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Crude Palm Oil
(CPO) yang diperoleh dari daerah Malili, Luwu Timur, Sulawesi Selatan., larutan
HNO3 p.a, HPO4 p.a, NH4VO3, (NH4)2MoO4,
KH2PO3, H2SO4 p.a dan aquadest.
III.3. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai
April sampai Mei 2014 di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah,
Fakultas Pertanian, Universitas
Hasanuddin (UNHAS) Makassar.
III.4.
Prosedur Kerja
III.4.1. Proses Degumming
CPO dengan Menggunakan Asam Fosfat
Penelitian diawali dengan memasukkan 100
ml CPO dan asam fosfat 1,5, 2,0 dan 2,5
% volume (sebagai variabel konsentrasi asam fosfat) ke dalam reaktor batch.
Kemudian proses degumming dijalankan dengan variabel suhu: 60, 70, 80
dan 90 0C dengan kecepatan pengadukan 200 rpm selama 2 jam. Diambil
sampel sebanyak 10 ml. Sampel kemudian disentrifugasi selama 30 menit dan
dipisahkan endapan gum dari minyak.
III.4.2.
Penyiapan Sampel Uji
Minyak CPO yang telah disentrifius
ditimbang sebnyak 5 gram didalam gelas piala 150 mL. Kedalam gelas piala
ditambahkan 20 mL HNO3 p.a, kemudian didihkan selama 5 menit.
Selanjutnya didinginkan dan ditambahkan 5 mL H2SO4 p.a.
Larutan dipanaskan dan ditambahkan dengan penambahan HNO3 sampai
larutan tidak berwarna, kemudian dilanjutkan dengan pemanasan hingga timbul
asap putih dan didinginkan. Kemudian ke dalam gelas piala ditambahkan 15 mL
aquadest dan didihkan lagi selama 10 menit. Setelah dingain, dipindahkan ke
dalam labu takar 250 mL. Gelas piala dibilas sampai bersih dan air bilasan
dimasukkan ke dalam labu takar. Selanjutnya larutan dalam labu takar diencerkan
sampai tanda tera dengan aquadest.
III.4.3.
Pembuatan Larutan Induk Molibdat-Vanadat
Sebanyak 20 gram (NH4)2MoO4
dilarutkan dalam 400 ml aquadest hangat
(500C) dan didinginkan. Sebanyak 1 gram NH4VO3
(amonium meta vanadat) dilarutkan dalam 300 mL aquadest mendidih kemudian
didinginkan. Selanjutnya ke dalam larutan NH4VO3 ditambahkan
140 mL HNO3 p.a sambil diaduk. Larutan (NH4)2MoO4
dimasukkan ke dalam larutan NH4VO3 dan diaduk, kemudian
diencerkan sampai volume 1 liter dengan aquadest.
III.4.4.
Pembuatan larutan fosfat standard an kurva standar
Sebanyak
3,834 gram KH2PO3 dilarutkan dalam aquadest dan
diencerkan sampai volume 1 liter. Kemudian sebanyak 25 mL larutan tersebut dimasukkan
ke dalam labu takar 250 mL dan diencerkan sampai tanda tera (1 ml = 0,2 mg P2O5).
Masing-masing sebanyak 0, 25 mL, 5 mL, 10 mL, 20 mL, 30 mL, 40 mL dan 50 mL
larutan fosfat standar dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL dan masing-masing
ke dalam labu takar ditambahkan 25 ml pereaksi vanadat-molibdat. Kemudian
masing-masing labu takar diencerkan sampai volume 100 mL dengan aquades. Masing-masing labu takar mengandung 0,5
mg, 1 mg, 2 mg, 4 mg, 6 mg, 8 mg dan 10 mg P2O5/ 100 mL.
III.4.5.
Penetapan Konsentrasi Asam Fosfat dengan Variasi Suhu
Menggunakan Metode
Spektrofotometer
Sebanyak 10 mL larutan sampel siap
uji dimasukkan dalam labu takar 100 mL, kemudian ke dalam labu takar
ditambahkan 40 mL aquadest dan 25 mL pereaksi vanadat-Molibdat dan diencerkan
sampai tanda tera. Larutan didiamkan selama 10 menit, kemudian diukur
absorbansinya dengan spektrofotometer Uv-Vis
untuk mendapatkan hasil.
1. Sumarna.,D. 2006. Kajian Proses Degumming CPO (Cruide Palm Oil) dengan
menggunakan membran Ultrafiolet. Bogor. Hal 2-5.
2. Anonim. QS. An-Nahl (16) a: 11. Kementrian
Agama Republik Indonesia. Jakarta.
3. Alfian, Z. 2006. Perbandingan Hasil Analisis Beberapa Parameter Mutu Pada Crude Palm Olein Yang Diperolehdari
Pencampuran Cpo Dan Rbd Palm Olein
Terhadap Teoretis. Departemen
Kimia FMIPA, Universitas Sumatera Utara. Medan.
4. Haryono, Muhammad Ali, Wahyuni. 2012. Proses Pemucatan Minyak Sawit
Mentah dengan Arang Aktif. Jurnal. Berkala Ilmiah Teknik Kimia Vol 1, No 1, April 2012. Hal 7-8.
5. Zufarov,
O., Sekretar, S. and Schmidt,S., (2008), Degumming
of Rapeseed and Sunflower Oil, Acta Chimica Slovaca, Slovak
University of Technology, 1, pp. 321-328.
6.
Sumarna.,D. 2007. Keuntungan Proses Wet Degumming Dibanding Dry
Degumming Pada Pemurnian Minyak Sawit Kasar. Jurnal Teknologi Pertanian. Universitas
Mulawarman.
7.
Copeland, D. and
Maurice, B.W., (2005),
Vegetable Oil Refining, U.S. Patent 6844458.
8. Madya,
M.N.A. dan Aziz, M.M.K, (2006), Process Design in Degumming and Bleaching of
Palm Oil, Centre of Lipids Engineering and Applied Research (CLEAR),
Universiti Teknologi Malaysia, Vote No.74198.
9. Ristianingsih, Yuli., Sutijen.,Budiman,
Arif,.2011. Studi kinetika Proses kimia
dan Fisika Panghilang Getah CPO dengan Asam Fosfat.Yogyakarta. Hal 243,244.
10. You,
L.L., Baharin, B.S., Che Man, Y.B., dan Takagi, S., (2001),
Effect of Degumming Process on Chromatographic Separation
of Carotenes from Crude and Degummed Palm Oil, J
Food Lipids, 8,
Issue 1, pp. 27-35.
13. Fauzi,
2004. Kelapa Sawit. Penebar Swadaya,
Jakarta.
14. Kamila, S. 2012. Kajian Pengaruh Periode Simpan Pasca Pematahan
Dormansi Dan Efek Pemanasan Ulang Terhadap Viabilitas Benih Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq, L). Tesis. Program Studi Magister Agroekoteknologi. Fakultas
Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan.
16. Kurniasih. E. 2013. Produksi Biodiesel Dari Crude Palm Oil Melalui Reaksi Dua Tahap. Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri
Lhokseumawe. Aceh.
17. Budhikarjono K. 2007. Perbaikan
Kualitas Minyak Sawit Sebagai Bahan Baku Sabun Melalui Proses Pemucatan Dengan
Oksidasi. Jurnal Teknik Kimia Vol.1, No.2.
18. Anonim. 2006. SNI 01-2901-2006 Minyak
Kelapa Sawit Mentah (Crude palm oil). Badan Standardisasi Nasional,
Jakarta.
19. Deni, S. 2009. Desain
Reduksi Kandungan Logam Berat (Fe, Cu, Dan Pb) Pada Pemurnian Minyak Kelapa
Sawit. Fakultas Teknologi
Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.
20. Ketaren, S. 2005. Pengantar
Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
21. McClements, D. J. 2008. Analysis of
Lipid. Diperoleh dari http://wwwunix. oit.umass.edu/~mcclemen/581Lipids.html.
Diakses 12 Maret 2014.
23. Fitriyani. 2001. (Online) http://digilib.ump.ac.id/files/disk1/14/jhptump-a-fitriyani-662-2-babii.pdf diakses tgl 5 Maret.
24.
Saragih. R. T.P. (2009). “Penentuan Kadar Fosfat Pada Air
Umpan
Recovery Boiler Dengan Metode Spektrofotometri Uv-Vis
Di
Pt.Toba Pulp Lestari, Tbk –
Porsea.
Karya Ilmiah. Universitas
Sumatera Utara. Medan.