BIOSORPSI ION Ni2+, Zn2+, DAN Cd2+
OLEH
Nannochloropsis salina DALAM SISTEM TIGA LOGAM
BAB
I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Salah satu problema yang dialami oleh negara
berkembang adalah pencemaran. Pencemaran dapat berasal dari proses alami maupun
yang diakibatkan oleh kegiatan manusia, yang akan menyebabkan terganggunya
ekosistem di lingkungan. Allah SWT telah memperingatkan manusia dala QS. Asy.
Syu’ra (26) a: 30 yang artinya “Apa saja
musibah yang menimpa kamu, disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan
Allah memaafkan sebagian besar kesalahan itu”. Diharapkan dengan upaya
dalam menanggulangi pencemaran yang diakibatkan oleh manusia dengan pendekataan
ini, kita mendapatkan maaf dari Allah SWT., seperti yang dimaksudkan dalam ayat
tersebut diatas (1).
Salah
satu jenis pencemaran yang harus mendapat perhatian adalah pencemaran dari
hasil limbah industri atau pun limbah rumah tangga berupa logam-logam berat
yang terdistribusi ke perairan laut. Limbah logam berat di lingkungan akuatik sangat
membahayakan keberlangsungan hidup organisme yang terlibat dalam lingkungan
aquatik, termasuk manusia. Logam berat berbahaya bagi manusia karena dapat
mengakibatkan efek biotoksik pada manusia yang kemudian menimbulkan penyakit
akut maupun kronis. Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO)
dalam Ghifari (2011) menemukan bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan dari
keberadaan logam berat di rantai makanan, meski dalam konsentrasi yang sangat
kecil. Jelas limbah logam berat di lingkungan akuatik sangat mengancam
keberlangsungan lingkungan dan organisme (2,3).
Logam berat
yang sering ditemukan di lingkungan perairan antara lain adalah Pb, Cr, Cd, Mn,
Co, Fe, Zn, dan Ni. Konsentrasi logam-logam berat tersebut bila melebihi ambang
batas yang diperbolehkan dapat berbahaya karena tingkat toksisitasnya akan
mengganggu organisme yang ada diperairan maupun manusia sebagai konsumen, baik
langsung maupun tidak langsung. Logam-logam
dalam lingkungan perairan umumnya berada dalam bentuk ion, ada yang merupakan
ion-ion bebas, pasangan ion organik, dan ion-ion kompleks (4,5).
Dalam badan
air, ion-ion logam juga bereaksi membentuk kompleks organik
dan kompleks anorganik. Ion-ion
logam seperti Pb2+, Zn2+, Cd2+, dan
Hg2+, mempunyai kemampuan untuk membentuk senyawa
kompleks sendiri. Ion logam tersebut dengan mudah akan membentuk kompleks
dengan ion Cl- dan/atau SO42- pada konsentrasi
yang sama dengan konsentrasi dalam air laut (6).
Teknik pengolahan limbah logam berat
dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya melalui pendekatan teknik fisiko-kimia,
namun teknik ini membutuhkan biaya yang mahal, di samping itu juga tidak ramah
lingkungan. Belakangan ini, hasil penelitian menunjukkan bahwa pendekatan-pendekatan secara bioteknologi dapat
diterima sebagai alternatif yang menarik. Salah satu pendekatan secara
bioteknologi yaitu dengan memanfaatkan mikroalga sebagai biosorben dalam
penanganan kontaminasi logam berat di perairan laut. Keuntungan yang diperoleh
dari metode biosorpsi berkaitan dengan penanganan logam berat adalah efisiensi
biaya, lebih mudah, dan tahap yang singkat dan cepat serta resiko kecelakaan
yang relatif kecil (7,3).
Mikroalga memiliki klorofil
dan
menggunakan energi sinar untuk mengubah CO2 menjadi
glukosa dan ATP serta membebaskan oksigen
sebagai produk. Mikroalga hanya membutuhkan air, sinar matahari, dan nutrien untuk kelangsungan hidupnya. Mikroalga umumnya mampu menjerap dan mengakumulasi logam
berat dalam tubuhnya (8,9).
Nannochloropsis salina merupakan salah satu spesies mikroalga dengan waktu regenerasi yang relatif cepat. Interaksinya dengan bahan pencemar di
laut dapat menyebabkan perubahan perilaku kehidupan, seperti
perubahan populasi,
kecepatan
pertumbuhan,
aspek biokimia, dan morfologi. Mikroalga N.
salina
berukuran 2-4 mm yang hanya dapat dilihat dengan
mikroskop. Berdasarkan ukurannya, N.
salina seharusnya sangat rentan terhadap pencemaran logam berat seperti ion
Ni2+, Cu2+, Zn2+,
Cd2+, dan Pb2+ di
perairan jika dibandingkan dengan tumbuhan dengan tingkatan yang lebih tinggi
seperti rumput laut dan lamun. Dalam berbagai kasus pencemaran logam berat di
perairan, sebagian besar organisme laut tidak mampu bertahan hidup, namun N. salina dijumpai tetap hidup dalam
perairan yang tercemar logam berat (7).
Dalam sistem ion multi-logam, interaksi yang
sinergik maupun antagonik dapat terjadi dalam kaitannya dengan peningkatan pertumbuhan mikroalga
di perairan
laut. Kompetisi dua spesies logam terjadi pada biosorpsi lon Cu2+
dan Zn2+ dalam penjerapan oleh Cymodecea
nodosa dan Cu2+ lebih dominan terjerap oleh biomassa. Penjerapan
ion logam Cd2+ lebih banyak terserap oleh mikro alga Chaetoceros calcitrans dibandingkan ion
logam Cu2+. Sementara itu ion logam Pb2+ lebih banyak
terserap oleh mikro alga C. calcitrans
dibandingkan Zn2+ (10,11,9).
Pemanfaatan N. salina sebagai penjerap ion Ni2+,
Zn2+, dan Cd2+ pada logam tunggal, cenderung meningkat
sejalan dengan meningkatnya konsentrasi ion logam di dalam medium pertumbuhan.
Hal ini dapat dilihat dari menurunnya konsentrasi logam dalam filtrat jika
dibandingkan dengan konsentrasi awal pemaparan (12,13,14).
Sementara pada
sistem Bi-logam, penambahan ion Zn2+ membuat penjerapan Cu2+
oleh N. salina mengalami penurunan
dibandingkan dengan penjerapan logam tunggal Cu2+. Hal yang sama
juga terjadi pada penambahan Cu2+ ke dalam ion Zn2+. Sementara
penambahan Cu2+ lebih mempengaruhi pertumbuhan mikroalga N. salina dibandingkan ion Zn2+ (15,16).
Beranjak
dari penelitian sebelumnya, telah dilakukan beberapa kajian penjerapan logam
berat terhadap N. salina dengan logam
tunggal dan campuran dua logam, sementara diketahui bahwa logam di alam tidak
berada dalam keadan bebas tetapi dalam bentuk ion-ion yang kompleks, maka pada
penelitian ini akan dilakukan kajian dengan menggunakan sistem tiga logam
terhadap N. salina sebagai biosorben untuk
menuju pada sistem multi logam.
Sesuai dengan uraian di atas, akan dilakukan
penelitian tentang biosorpsi ion Ni2+, Zn2+, dan Cd2+
dengan memanfaatkan mikroalga N. salina sebagai biosorben dalam sistem
tiga logam. Metode ini diharapakan dapat mengurangi konsentrasi logam berat di
lingkungan perairan dan dapat menjadi solusi bagi permasalahan lingkungan
akuatik yang tercemar oleh limbah logam berat.
I.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana
pola pertumbuhan N. salina pada
sistem tiga logam Ni2+, Zn2+, dan Cd2+ dibandingkan
dengan pertumbuhan pada logam tunggal?
2. Berapa
efisiensi penjerapan pada logam tunggal serta campuran tiga logam Ni2+,
Zn2+, dan Cd2+ oleh
N. salina?
3. Gugus
fungsi apa yang terlibat dalam penjerapan pada logam tunggal dan campuran tiga
logam Ni2+, Zn2+, dan
Cd2+ oleh N. salina?
I.3.
Maksud dan Tujuan Penelitian
I.3.1. Maksud Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui interaksi mikroalga N. salina
dengan campuran logam Ni2+ , Zn2+, dan Cd2+ dalam larutan Medium Conwy.
I.3.2.
Tujuan Penelitian
1. Menentukan
pola pertumbuhan N. salina pada
sistem tiga logam Ni2+, Zn2+, dan Cd2+ yang dibandingkan
dengan pertumbuhan pada logam tunggal.
2. Menentukan
besar efesiensi penjerapan pada logam tunggal serta campuran tiga logam Ni2+,
Zn2+, dan Cd2+ oleh
N. salina.
3. Menentukan
gugus fungsi yang mungkin terlibat dalam
proses penjerapan pada logam tunggal serta campura tiga logam Ni2+, Zn2+, dan
Cd2+ N. salina.
I.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi
informasi interaksi N. salina dengan
logam Ni2+, Zn2+, dan
Cd2+ dalam sistem tiga logam untuk mengurangi konsentrasi logam
berat di lingkungan perairan dan dapat menjadi solusi bagi permasalahan
lingkungan akuatik yang tercemar oleh limbah logam berat.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
II.1.
Logam Berat di Perairan Laut.
Dua pertiga luas wilayah Indonesia
terdiri dari lautan, dan di dalamnya terdapat bermacam-macam makhluk hidup baik
berupa tumbuhan maupun hewan yang sangat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat.
Namun Keberadaan logam berat di lingkungan perairan sangat berbahaya bagi
kelangsungan makhluk hidup di dalamnya maupun bagi manusia. Logam berat dapat
terakumulasi pada ikan, tumbuhan air, maupun organisme air lainnya. Hal ini
dapat menyebabkan terjadinya bioakumulasi dan biomagnifikasi logam berat pada
manusia apabila manusia mengonsumsi organisme air maupun air yang tercemar logam berat tersebut (3).
Pencemaran menurut keputusan Menteri
Kependudukan Lingkungan Hidup No.02/MENKLH/1988, pencemaran adalah masuk atau dimasukkannya
mahluk hidup, zat, energi dan/atau komponen lain ke dalam air atau udara.
Pencemaran juga bisa berarti berubahnya tatanan (komposisi) air atau udara oleh
kegiatan manusia dan proses alam, sehingga kualitas air/udara menjadi kurang
atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (17).
Logam berat merupakan penyusun utama
pada kerak bumi yang tidak dapat didegradasi maupun dihancurkan. Keberadaaan
logam berat di lingkungan perairan tidak lepas dari berbagai aktivitas manusia.
Pertambangan, industri, produksi energi, serta alat komunikasi dan transportasi
merupakan aktivitas manusia yang berpotensi mencemari lingkungan air dengan
logam berat (18,3).
Logam atau mineral-mineral esensial adalah
suatu logam atau mineral yang tidak dapat diproduksi oleh tubuh, mineral ini
dapat masuk ke dalam tubuh melalui bahan makanan atau minuman yang di konsumsi.
Bila logam-logam esensial ini masuk kedalam tubuh dalam jumlah yang berlebihan
maka berubah fungsi menjadi zat racun
bagi tubuh (6).
Istilah logam berat merujuk pada
elemen/unsur logam atau metaloid yang memiliki massa jenis atau densitas yang
tinggi dan biasanya bersifat sangat toksik meski pada konsentrasi sangat
rendah. Namun karakteristik yang sesungguhnya membedakan logam berat dengan
kelompok unsur lainnya adalah sifat kimianya, termasuk aktivitasnya di dalam
tubuh manusia. Meskipun beberapa logam berat dibutuhkan oleh tubuh manusia
sebagai mikronutrien, pada kadar lebih tinggi dapat menyebabkan efek biotoksik
pada manusia. Logam berat meliputi tembaga, timbal, kadmium, seng, raksa,
arsenik, perak, kromium, besi, dan kelompok logam platina (18).
Penyebab utama logam berat menjadi bahan
pencemar berbahaya adalah karena sifatnya yang tidak dapat terurai oleh
organisme hidup yang ada di lingkungan dan mudah diabsorpsi oleh biota laut
sehingga terakumulasi dalam tubuh. Unsur logam berat dapat masuk ke dalam tubuh
biota laut melalui 3 cara yaitu melalui permukaan tubuh, terserap insang dan
rantai makanan. Selain mengganggu ekosistem, unsur logam berat secara tidak
langsung juga merusak perikanan dan kesehatan manusia (19).
Pencemaran akut di perairan, sebagian besar
bahan pencemar dalam bentuk larutan sehingga adsorpsi dan akumulasi langsung
oleh biota akan menggambarkan keadaan yang terjadi. Dalam kaitan ini, mikroalga
menarik untuk dijadikan bioindikator, dan
biosorben terhadap ion Cu(II) dalam mereduksi tingkat pencemaran (20).
Interaksi C. calcitrans dengan ion Cu(II) dalam
medium Conwy cair menunjukkan kapasitas yang relatif besar, hingga 40 mg.L-1, demikian juga halnya dengan interaksi biomassa
terhadap Cu(II). Biomassa ini berpotensi untuk diarahkan
menjadi agen penjerap (biosorben)
dalam prekonsentrasi ion Cu(II) dengan
cara kerja yang mirip
dengan resin penukar ion, namun biaya yang diperlukan relatif lebih murah. Peningkatan nilai EC50
terhadap logam tunggal Cu, Zn, dan Pb dalam kultur mikroalga dengan nutrien N,
P, dan EDTA, lebih tinggi sesuai urutan Cu <<Zn<<Pb (21).
II.1.1. Nikel (Ni)
Nikel merupakan kelompok logam
transisi yang umum digunakan dalam proses elektroplating, baja tahan karat, dan batu baterei
nikel-kadmium. Di alam, Ni dijumpai
dalam bentuk ion heksaquo [Ni(H2O)6]2+ dan
garam terlarut dalam air. Air laut mengandung Ni sekitar 1,5 µg.L-1, sekitar 50% dalam bentuk Ni2+,
sementara sungai dan danau mengandung Ni2+ total 0,2-10 µg.L-1.
Perairan yang dekat dengan daerah pertambangan dan peleburan dapat mengandung
Ni2+ sampai 6,4 mg.L-1 (9).
Nikel diketahui memiliki peranan penting
dalam biologis mikroorganisme dan tumbuhan. Hal ini dibuktikan bahwa dalam
urease (enzim yang berperan dalam hidrolisis urea) mengandung nikel. Tetapi
apabila kandungan nikel yang diserap dalam tubuh berlebih akan menyebabkan gangguan
pernafasan, asma, sakit perut, kidney (kadar protein berlebih dalam urin),
kanker, dan gangguan kehamilan. Gangguan dari efek logam nikel yang paling
sering adalah alergi. Kira-kira 10-20% dari populasi menunjukkan reaksi alergi
terhadap nikel. Dari beberapa orang yang mengalami alergi menunjukkan adanya
gangguan pada kulit di sekitar kulit yang terkena logam nikel. Gangguan yang
lebih berbahaya terhadap logam nikel adalah bronchitis kronik gangguan fungsi
paru-paru dan kanker hati (22).
II.1.2. Zink (Zn)
Zink
adalah logam yang memilki karakteristik cukup reaktif, berwarna putih-kebiruan,
pudar bila terkena uap udara, dan terbakar bila terkena udara dengan api hijau
terang. Zink dapat bereaksi dengan asam, basa dan senyawa non logam. Zink di alam tidak berada dalam keadaan bebas,
tetapi dalam bentuk terikat dengan unsur lain berupa mineral. Mineral yang
mengandung Zn di alam bebas antara lain kalamin, franklinite, smitkosonit,
willenit, dan zinkit (23).
Pada
dasarnya Zn bukanlah unsur radioaktif sehingga unsur tersebut pada konsenteasi
rendah memiliki fungsi secara biologis. Hal tersebut karena Zn memiliki daya
afinitas yang tinggi dan rendah untuk mengikat enzim. Seng dibutuhkan untuk
proses metabolism dalam tubuh, tetapi dalam kadar tinggi dapat bersifat racun.
Bagi mikroorganisme termasuk mikroalga, Zn berfungsi sebagai penstabil struktur
dari protein, reaksi redoks dan hidrolisis serta menjadi pemicu suatu rangkaian
proses (24).
Pada manusia, Zn
merupakan unsur yang terlibat dalam sejumlah besar enzim yang mengkatalisis
reaksi metabolik yang vital. Selain itu, Zn esensial untuk proses pertumbuhan
anak dan berperan dalam proses pembentukan DNA dan RNA serta
partisipasinya dalam metabolisme protein. Toksisitas Zn akan terlihat
apabila masuk ke dalam tubuh dalam jumlah yang berlebihan atau melebihi nilai
toleransi yang telah ditetapkan yaitu 40 mg.kg-1 berat kering. Seng dapat menyebabkan efek racun bagi
tubuh manusia jika dikonsumsi lebih besar
dari 100-500 mg.hari-1. Jika
dikonsumsi dalam dosis tinggi,
Zn menyebabkan rasa tidak enak dan menyebabkan
rusaknya pankreas, gangguan pencernaan,
dan diare (9).
II.2.3.
Kadmium (Cd)
Kadmium merupakan salah satu unsur pada
golongan II B periode 5 dalam tabel periodik kimia. Kadmium mempunyai nomor atom
48, massa atom relative 112,40, titik lebur 321 oC, dan titik didih 767 oC. Kandungan Cd di dalam
perairan tawar berkisar 0,0001-0,01 mg/L, sedangkan pada perairan laut sekitar
0,0001 mg/L. Berdasarkan pada sifat-sifat fisikanya, Cd merupakan logam yang
lunak, ductile, berwarna putih seperti putih perak. Logam ini akan kehilangan
kilapnya jika berada dalam udara yang basah atau lembab serta akan cepat
mengalami kerusakan bila dikenai uap ammonia (NH3) dan sulfur
hidroksida (SO2). Berdasarkan pada sifat-sifat kimianya, Cd di dalam
persenyawaan yang dibentuknya pada umumnya mempunyai bilangan valensi 2+,
sangat sedikit yang mempunyai bilangan valensi 1+ (25).
Unsur
Cd merupakan unsur nonesensial atau tidak dibutuhkan sama sekali pada proses
biologis-akuatik, bahkan Cd adalah racun bagi manusia maupun organism lain.
Cadmium bersifat racun, karena mengganggu keseimbangan tubuh, yaitu gangguan
pada aktivitas enzim sulfuril yang mempunyai aktivitas untuk pertumbuhan sel.
Sifat kumulatif unsur Cd dalam air dapat terserap dan terakumulasi secara
biologis dalam biota air, meskipun pada kadar yang rendah (26).
II.2. Proses Adsorpsi
Adsorpsi secara umum adalah proses terakumulasinya zat-zat terlarut yang terdapat dalam larutan antara dua permukaan, dapat
terjadi antara cairan dan gas; cairan dan zat
padat; atau cairan
dan cairan lain. Walaupun proses tersebut dapat terjadi pada
seluruh permukaan benda, namun yang sering terjadi adalah penggunaan bahan
padat yang mengadsorpsi partikel yang berada dalam air. Bahan yang akan
diadsorpsi disebut sebagai adsorbat atau terlarut sedangkan bahan pengadsorpsi
dikenal sebagai adsorben (7).
Pada umumnya proses adsorpsi
diklasifikasikan menjadi dua proses yaitu proses adsorpsi secara fisik (fisisorpsi) yang
di sebabkan oleh gaya vander Waals, dan adsorpsi secara kimia (kemisorpsi) yang
disebabkan melalui reaksi kimia antara molekul-molekul adsorbat dengan
atom-atom penyusun permukaan adsorben. Selain kedua adsopsi tersebut, dikenal pula istilah biosorpsi. Biosorpsi
dapat didefinisikan sebagai pemindahan senyawa, partikulat, spesies logam atau
metaloid dari larutan oleh makhluk hidup atau produk metabolitnya (27,7).
II.3. Nannochloropsis
salina
Nannochloropsis
adalah genus laut tunggal dari Eustigmatophyceae.
Hal ini umumnya digambarkan sebagai komponen dari prokariotik sejak ukurannya
berkisar 2-5 μm. Nannochloropsis memiliki sejumlah kandungan
pigmen dan nutrisi seperti protein (52,11%), karbohidrat (16%), lemak (27,64%),
vitamin C (0,85%), dan klorofil A (0,89%). Nannochloropsis sp. merupakan sel berwarna kehijauan,
tidak motil, dan tidak berflagel. Selnya berbentuk bola dan berukuran kecil.
Organisme ini merupakan divisi yang terpisah dari Nannochloris karena
tidak adanya klorofil B. Nannochloropsis sp. merupakan pakan yang
populer untuk rotifer, artemia, dan pada umumnya merupakan organisme
penyaring (28,29).
Taksonomi
untuk mikroalga Nannochloropsis salina adalah sebagai berikut: (30)
Kingdom
|
: Chromista
|
Filum
|
: Ochrophyta
|
Kelas
|
: Eustiqmatophyceae
|
Ordo
|
: Eustiqmatales
|
Family
|
: Monodopsidaceae
|
Genus
|
: Nannochloropsis
|
Spesies
|
: Nannochloropsis salina
|
Gambar
1. Profil Nannochloropsis sp. di bawah mikroskop
Nannochloropsis salina tidak
hidup secara individual di alam akan tetapi hidup berkoloni, koloni dari N. salina ini dikenal dengan Chlorella sp. Sel Chlorella
sp berbentuk bulat atau bulat telur dan umumnya merupakan alga bersel
tunggal (uniselular), meskipun kadang-kadang dijumpai bergerombol. Diameter
selnya berkisar antara 2-8 mikron, berwarna hijau, dan dinding selnya keras
yang terdiri dari selulosa dan pektin, serta mempunyai protoplasma yang berbentuk
cawan, seperti pada Gambar 1 (16).
Pertumbuhan Chlorella sp sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan,
diantaranya unsur hara dalam media kultur serta kualitas air seperti salinitas,
pH, suhu, intensitas cahaya yang optimum. Untuk mendapatkan persediaan Chlorella sp sebagai pakan alami, maka
diperlukan suatu studi tentang penggunaan media kultur yang memberikan hasil
tebaik terutama mengenai jumlah sel atau kepadatan Chlorella sp yang dihasilkan. Hal ini karena setiap media mempunyai
komposisi unsur hara yang berbeda-beda antara satu media dengan yang lain,
dimana masing-masing unsur hara tersebut juga mempunyai fungsi yang berbeda
pula bagi fitoplankton yang akan dibudidayakan (31).
Nannochloropsis sp.
bersifat kosmopolit dapat tumbuh pada salinitas 0-35%. Salinitas optimum untuk
pertumbuhannya adalah 25-35%, dan suhu 25-30 oC merupakan kisaran
suhu yang optimal. Mikroalga ini dapat
tumbuh baik pada kisaran pH 8-9,5 dan intensitas cahaya 100-10000 lux.
Kepadatan optimum yang dapat dicapai untuk skala laboratrium 50-60 juta sel/mL
dengan masa kultur 4-7 hari. Nannochloropsis
sp. memiliki kandungan lipid yang cukup tinggi yaitu antara 31-68% berat kering (29).
Nannochloropsis merupakan
salah satu mikroalga air laut yang umum dikembangbiakkan pada tempat penetasan ikan sebagai makanan
untuk rotifer. Pembiakan Nannochloropsis
sp.
dalam jumlah besar telah dilakukan melalui berbagai macam cara,
seperti kolam besar di tempat terbuka dan
tangki pada kantung polietilen 50-500 liter atau tabung serat gelas yang diletakkan
di dalam ruangan dengan cahaya tambahan. Proses pembiakan menggunakan sistem tersebut dapat menimbulkan masalah,
antara lain mikroalga mudah terkontaminasi, dan produktifitas serta konsentrasi biomassanya rendah (7).
Nannochloropsis
mengandung Vitamin B12 dan Eicosapentaenoic acid (EPA) sebesar 31,42% dan total
kandungan omega 3 HUFAs sebesar 42,7%, serta mengandung protein 52,11%. Vitamin
B12 sangat penting untuk populasi rectifier dan EPA penting untuk nilai
nutrisinya sebagai pakan larva dan juvenile ikan laut. selain itu, muda
dikultur secara missal, tidak menimbulkan racun atau kerusakan ekosistem di bak
pemeliharaan larva, pertumbuhannya relative cepat dan memiliki kandungan antibiotic.
Kepadatan optimum yang dapat dicapai untuk skala laboratorium 50-60 juta sel/ml
(32).
Mikroalga dalam tumbuhan membentuk
kompleks dengan logam berat dan berfungsi sebagai detoksifikan tumbuhan dari
logam berat. Mikroalga ini dapat disintesis secara enzimatik dari glutation
yang memberikan respon terhadap ion logam (33).
Semakin banyak mikroalga yang
diproduksi, maka semakin besar jumlah logam yang dapat dikomplekskan, seiring
dengan semakin besar jumlah logam yang dapat diakumulasi. Cukup beralasan untuk
menganggap bahwa pembentukan hanya akan terjadi pada fitoplankton dalam keadaan
hidup, maka proses adsorpsi serupa tidak akan teramati pada mikroalga mati
(biomassanya). Mikroalga telah dipertimbangkan memainkan peran suatu organisme
untuk mentoleransi logam berat yang dipaparkan hingga suatu konsentrasi yang
relatif tinggi, sebanding dengan peningkatan produksi mikroalga (19).
Sementara itu dalam sistem ion multi
logam tampaknya dapat terjadi interaksi yang sinergik maupun antagonik
dalam kaitannya dengan peningkatan pertumbuhan mikroalga di perairan laut. Nannochloropsis sp. bereproduksi secara aseksual melalui autospora, yakni bentuk sel anak tanpa cambuk yang akan
dilepaskan dari dinding yang hancur pada sel induk yang asli. Sel anak yang
dilepaskan merupakan tiruan yang hampir sempurna dari sel vegetatif yang memproduksinya (10,34).
BAB
III
METODOLOGI
PENELITIAN
III.1. Alat Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah alat gelas yang umum digunakan di laboratorium kimia, kertas saring Whatman 42, oven
merek SPNISOSFD, sentrifus, aerator merek Amara, alat pencacah hemositometer
merek Marienfeld LOT-No 4551, hand
counter, mikroskop Nikon SE dengan perbesaran sampai dengan 125 kali,
Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) Buck
Scientific model 205 VGP, Spektrofotometer Fourier Transform Infra-Red (FTIR) Shimadzu model IR Prestige-21, Autoklaf
merek All American model No. 1925X, filter membran selulosa nitrat (Millipore) 0,45 µm.
III.2. Bahan Penelitian
Bahan-bahan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah larutan HNO3 p.a., Ni(NO3)2.6H2O, Zn(NO3)2.6H2O, Cd(NO3)2.4H2O, serbuk KBr 5-10 %, biakan murni N. salina yang diperoleh dari BPP-BAP Maros, larutan Medium Conwy
disiapkan dengan mendidihkan larutan stok A, ditambahkan 1 mL larutan stok B
(Tabel 1). Selanjutnya campuran larutan tersebut ditambahkan ke dalam air laut
steril (2 mL per Liter air laut) kemudian ditambahkan 0,1 mL larutan
stok C dan ditambahkan 0,1 mL larutan stok D.
Tabel 1.Komposisi
Medium Conwy
Nama Bahan
|
Jumlah, g
|
Stok A
|
|
FeCl3. 6H2O
|
1,30
|
MnCl2. 4H2O
|
0,36
|
H3BO3
|
33,60
|
EDTA
|
45,00
|
NaH2PO4. 2H2O
|
20,00
|
NaNO3
|
100,00
|
Akuades
|
1 L
|
Stok B
|
|
ZnCl2
|
2,10
|
CoCl2. 6H2O
|
2,00
|
(NH4)6MoO24. 4H2O
|
0,90
|
CuSO4. 5H2O
|
2,00
|
Akuades
|
100 mL
|
Stok C
|
|
Vitamin B12
|
10,00
|
Vitamin B1
|
200, 00
|
Akuades
|
100 mL
|
Stok D
|
|
Na2SiO3. 5H2O
|
4,00
|
Akuades
|
100
|
III.3. Waktu dan Tempat
Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada semester
akhir tahun ajaran 2013/2014, di Laboratorium Kimia Analitik Jurusan Kimia
FMIPA Unhas. Analisis Spektrofotometer FT-IR
dilakukan di Laboratorium Kimia Terpadu Jurusan Kimia FMIPA
Unhas.
III.4. Prosedur Penelitian
Disiapkan air laut steril yang diperoleh dari BPP-BAP Maros dengan cara disaring dengan Millipore 0,45 µm kemudian air laut yang telah disaring
disterilkan dengan otoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit.
Alat-alat dan wadah yang digunakan disterilkan dalam oven pada suhu 150 oC
selama 3 jam.
III.4.1. Penyiapan N. Salina
Biakan murni N. salina diperoleh dari BPP-BAP Maros sebanyak 18 mL
dimasukkan dalam erlenmeyer 1 L yang berisi 800 mL air laut steril dengan salinitas
medium 25% ditambahkan 2 mL Medium Conwy dan 0,1 mL
vitamin B1 dan B12, kemudian dicukupkan dengan air laut steril hingga volume 1
L lalu dihomogenkan dan dihubungkan dengan aerator kemudian wadah ditutup lalu
didiamkan dalam ruangan bersuhu 20 oC dengan pencahayaan 4000 Lux
secara kontinu. Pertumbuhan N.
salina diamati setiap hari
sampai pertumbuhan N. salina ditandai
dengan warna
hijau.
III.4.2. Pembuatan Larutan Baku
Larutan induk Ni2+ 10.000 ppm, yang dibuat dengan
cara menimbang 24,758 gram Ni(NO3)2.6H2O
dilarutkan dengan 1 mL HNO3 p.a kemudian diencerkan
dengan air laut steril dalam labu ukur
500 mL.
Larutan
induk Zn2+ 10.000 ppm, yang dibuat dengan cara menimbang 22,742 gram Zn(NO3)2.6H2O
dilarutkan dengan 1 mL HNO3 p.a kemudian
diencerkan dengan air laut steril dalam labu ukur 500 mL.
Larutan induk Cd2+
10.000 ppm, yang dibuat dengan cara menimbang 13,719 gram Cd(NO3)2.4H2O
dilarutkan dengan 1 mL HNO3 p.a kemudian
diencerkan dengan air laut steril dalam labu ukur 500 mL.
III.4.3. Pengamatan pertumbuhan
N. Salina pada Medium Tercemar
Logam Tunggal dan Sistem Tiga Logam
Ni2+, Zn2+,
dan Cd2+
Wadah 1 L yang telah disterilkan disiapkan sebanyak 5 buah. Ke dalam masing-masing
wadah dimasukkan 800 mL air laut steril dengan salinitas medium 25% kemudian 2 mL larutan Medium Conwy, 0,1 mL vitamin B1 dan
B12 serta 18 mL biakan N. salina dengan kepadatan awal sekitar 30 x 104 sel/mL.
Satu wadah sebagai kontrol tidak dipaparkan ion logam, ketiga wadah lainnya
masing-masing dipaparkan Ni2+, Zn2+, dan Cd2+
dengan konsentrasi berturut-turut: 5 ppm, 10 ppm dan 10 ppm dan satu wadahnya
lagi ditambahkan dengan campuran
logam Ni2+, Zn2+,
dan Cd2+ dengan
konsentrasi masing-masing 5 ppm, 10 ppm, dan 10 ppm, semua wadah kemudian dicukupkan hingga 1 L
dengan air laut steril. Larutan dihomogenkan dan dihubungkan dengan aerator
kemudian wadah ditutup lalu didiamkan dalam ruangan bersuhu 20 oC
dengan pencahayaan yang kontinu. Pengamatan pertumbuhan N. salina dilakukan
setiap 24 jam dengan menggunakan hemositometer (Gambar 2) di bawah mikroskop
hingga mikroalga tidak mengalami pertumbuhan lagi. Sampel diambil dengan
menggunakan pipet steril sebanyak 0,1-0,5 mL dan diteteskan pada
haemositometer. Jumlah populasi dengan 4 bidang pengamatan (A, B, C, dan D) dihitung
sesuai persamaan [1].
Jumlah sel = A+B+C+D/4 x 104
sel/mL………………………[1]
Gambar 2. Hemositometer (29)
Masing-masing
larutan medium kultur dipipet sebanyak 10 mL kemudian disentrifugasi dengan
kecepatan 6.000 rpm selama 15 menit untuk memisahkan mikroalga yang menjerap
logam dengan air laut steril. Kandungan
logam Ni2+, Zn2+, dan Cd2+ dalam filtrat
ditentukan dengan menggunakan SSA.
III.4.4.
Proses Pengukuran Konsentrasi ion logam
1. Pembuatan
Kurva Baku
Sebanyak 1 mL larutan baku logam 10.000
ppm dipipet untuk membuat 100 ppm
kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL, selanjutnya ditambahkan air laut
steril sampai tanda batas sampai tanda batas. Dibuat seri masing-masing larutan baku, untuk Ni2+ masing-masing
dengan konsentrasi 0;1 ppm; 0,5
ppm; 1 ppm, 2 ppm, 3 ppm, dan 5 ppm. Untuk Zn2+ masing-masing dengan
konsentrasi 0,5 ppm; 1 ppm, 2 ppm; 3 ppm; 5 ppm, dan 10 ppm. Untuk Cd2+
masing-masing dengan konsentrasi 0,1 ppm; 0,5 ppm; 1 ppm; 2
ppm; 3 ppm dan 5 ppm.
2.
Pengukuran Konsentrasi Ion Logam
Diambil 5 mL larutan medium yang telah
diamati dan dihitung kemudian disentrifus selanjutnya pengukuran absorban dalam
filtrat diukur dengan SSA, kemudian konsentrasi ion ditentukan berdasarkan
kurva baku yang telah dibuat. Konsentrasi dihitung sesuai persamaan [2]
A = a . b . C.................................[2]
Di mana absorban (A), konstanta absorptivitas (a), panjang medium
absorbansi dalam nyala (b), dan konsentrasi (C). Nilai b dalam persamaan (2)
adalah tetap maka A sebanding dengan C.
3.
Kondisi pengukuran SSA
Penentuan panjang gelombang Ni2+,
Zn2+, dan Cd2+ menggunakan HCL (lampu katoda berongga)
dengan panjang gelombang berturut-turut: 231 nm, 213 nm dan 228 nm.
4.
Pengamatan Efesiensi Penjerapan Ni2+ , Zn2+,
dan Cd2+ dalam Sistem Tiga Logam
Efesiensi penjerapan campuran logam Ni2+,
Zn2+, dan Cd2+ oleh fitoplankton N. salina dihitung berdasarkan perbandingan konsentrasi ion Ni2+,
Zn2+, dan Cd2+ yang terjerap dengan konsentrasi logam
mula-mula. Pengukuran konsentrasi logam
dilakukan pada filtrat medium yang telah ditambahkan campuran Ni2+,
Zn2+, dan Cd2+ dari awal pertumbuhan fitoplankton N. salina dengan menggunakan SSA.
Untuk mendapatkan nilai efesiensi penyerap (Ep) diperoleh dari persamaan
berikut ini :
Cs = Co – Cf .................[3]
Ep = Cs/Co x 100% ................[4]
Ep = Cs/Co x 100% ................[4]
Dimana Cs adalah konsentrasi ion logam yang
terjerap oleh fitoplankton, Co adalah konsentrasi awal ion logam dan
Cf adalah konsentrasi ion logam dalam filtrat medium.
III.4.5. Identifikasi gugus fungsi pada N. salina dengan FT-IR
Penentuan gugus fungsi
sebelum dan sesudah proses biosorpsi campuran ion logam Ni2+, Zn2+,
dan Cd2+ dilakukan pada medium pertumbuhan N. salina tanpa dan dengan paparan Ni2+, Zn2+,
dan Cd2+ pada konsentrasi yang mempunyai nilai efesiensi penjerapan
ion logam paling tinggi. setelah hari terakhir pengamatan, residu total N. salina dipisahkan dari filtrat dengan
cara disentrifugasi dengan kcepatan
6.000 rpm hingga filtrat tidak berwarna. Residu yang diperoleh dikeringkan
di dalam oven selama 1 jam pada suhu 35 oC.
Sekitar 10 mg residu N. salina yang telah kering dihaluskan dalam lumpang dan
dicampurkan dengan serbuk KBr (5-10 % sampel dalam serbuk KBr) lalu ditentukan
langsung dengan menggunakan diffuse
reflectance measuring (DRS-8000). Mula-mula DRS-8000 dipasang pada tempat
sampel lalu serbuk KBr dimasukkan pada sample
pan, dan background ditentukan. Untuk menentukan spektrum sampel,
dilakukan dengan memasukkan sampel yang telah dicampur dengan KBr pada sampel pan lalu spektrum ditentukan.
Setelah selesai DRS-8000 disimpan kembali.
Hasil analisis ini memberikan informasi tentang perubahan-perubahan yang mungkin terjadi
setelah aplikasi logam
dibandingkan dengan data gugus fungsi N. salina sebelum aplikasi, yang dapat
digunakan untuk menentukan mekanisme penjerapan logam.
1.
Anonim,
QS. Asy-Syu’ara (26) a: 30, Kementerian Agama Republik Indonesia. Jakarta.
2.
Samat dan
Lesbani, A. 2012. “Studi Interaksi
Seng(II) pada Asam Humat Muara Kuang serta Aplikasinya terhadap Limbah Industri
Pelapisan Seng”. Jurnal Penelitian Sains Volume 15 Nomer 1(C) 15105.
3.
Ghifari.,
A., S. 2011. “Biosorpsi Logam Berat di
Lingkungan Akuatik Menggunakan Limbah Sekam Padi (Oryza Sativa L.) sebagai
Biosorben”. Universitas Indonesia. Depok.
4.
Wahab,
A.W., Hala, Y., Fibiyanthy, 2013. “Pengaruh
Medium Tercemar Logam Pb dan Cu terhadap Pertumbuhan Nannochloropsis salina”,
MANASIR, 1(1): 83-87.
5.
Ahalya, A., Ramachandra, T. V., and Kanamadi, R. D. 2003. “Biosorption of Heavy Metals”, Res. J. Chem. Environ. 7(4): 71-79. http://www.ces.iisc.ernet.in/energy/water/paper/biosorption/biosorption.htm.
Di akses 16 November 2013.
6.
Palar,
H., 1994. “Pencemaran dan Toksikologi Logam
Berat”, PT Rineka Cipta, Jakarta.
7.
Hala,
Y., 2013. “Kajian Mekanisme Penjerapan
Ion Ni2+, Cu2+, Zn2+, Cd2+, dan Pb2+
pada Nannochloropsis salina dalam Medium Conwy”, Disertasi belum
dipublikasikan, Program Pascasarjana, Universitas Hasanuddin, Makassar.
8.
Bjornstad, J. M. 2005. “A Dynamical Systems Approach to
Modeling Plankton Food Web, Department of Electrical and
Computer Engineering”, Georgia Institute of Technology.
9.
Hala,
Y., Taba, P., dan Mariani, M., 2010. “Fitosorpsi
Bi-Logam Cd(II) dan Cu(II) oleh
Chaetoceros Calcitrans dalam Medium Conwy”, Marina Chimica Acta, 30-35.
10.
Gonzalez_Davila, M. 1995. “The Role of Phytoplankton Cells on the Control of Heavy Metal Concentration in Seawater”, Mar. Chem. 48:215-236.
11.
Sanchez,
A., Ballester, A., Blazquea, M. L. dan Gonzalez, F. 1999. “Biosorpsi of Copper and Zinc by Cymodoceae Hadosa”, FEMS,
Microbiology Review, 23, 527-536.
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.15746976.1999.tb00411.x/full.
Di akses 10 November 2013.
12. Sarubang., I., G. 2013 “Pemanfaatan Nannochloropsis salina Untuk Biosorpsi Ni2+dalam
Medium Conwy. Skripsi belum
dipublikasikan. Universitas Hasanuddin. Makassar.
13. Hala, Y.,
Syahrul, M., Suryati, E., Taba, P. 2012. “Biosorption
of Zn2+ With Nannochloropsis salina”. The 2nd
International Seminar on New Paradigm and Innovation on Natural Science and Its
Application (INSPINSA-2), Semarang.
14. Ani, F, N. 2013. “Biosorpsi
Cd2+ Oleh Nannochloropsis salina dalam Medium Conwy”. Skripsi
belum dipublikasikan. Universitas Hasanuddin. Makassar.
15.
Sam
A. N. 2012. Interaksi Bi-Logam Cu2+
Dan Zn2+ dengan Nannochloropsis
Salina dalam Medium Conwy. Skripsi belum dipublikasikan, Universitas
Hasanuddin, Makassar.
16.
Suadi. A, 2012. Interaksi Bi-Logam Pb2+
dan Zn2+ dengan Nannochloropsis Salina dalam Medium Conwy.
Skripsi belum dipublikasikan. Universitas Hasanuddin. Makassar.
17. Anonim. 1998. Peraturan Menteri Kependudukan
Lingkungan Hidup No. 02/MENKLH/1988
tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan. Kementrian
Kependudukan Lingkungan Hidup Republik Indonesia.
18.
Duruibe,
J.O., Ogwuegbu, M.O.C., & Egwurugwu, J.N. 2007. “Heavy Metal Pollution and Human Biotoxic Effects”, International
Journal of Physical Sciences, Vol. 2 (5), pp. 112-118, hlm: 1-7.
19.
Supriyanto
C., Samin, dan Kamal Z., 2007. Analisis
Cemaran Logam Berat Pb, Cu, dan Cd pada Ikan Air Tawar dengan Metode
Spektrometri Nyala Serapan Atom (SSA), Makalah disajikan dalam Seminar
Nasional III SDM Teknologi Nuklir, Yogyakarta, 21-22 November 2007.
20.
Hala, Y., Raya, I., Ilham, A. 2004. Interaksi Reaksi Fitoplankton
Chaetoceros Calcitrans dengan Ion Cu(II) dalam Lingkungan Perairan Laut, Mar. Chim. Acta. 6(2): 11-14.
21.
Seidl, M., Huang, V., Mouchel, J. M. 1998. Toxicity of Combined Sewer Overflows on River Phytoplankton: the Role of Heavy Metals, Environ.
Pollut. 101: 107-116. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15093103.
Di akses 14 November 2013.
22.
Muarip. S. 2012. Kompleks Kobalt (Co) dan Nikel (Ni) dalam Tubuh. http://al-chemi.blogspot.com/2012/06/kompleks-kobalt-co-dan-nikel-ni-dalam.html. Di akses 22
.November 2013.
23. Darmayanti, Rahman. N, Supriadi. 2012. Adsorpsi Timbal (Pb) dan Zink (Zn) dari
Larutannya menggunakan Arang Hayati (Biocharcoal) Kulit Pisang Kepok
Berdasarkan Variasi pH. Jurnal Akademika Kimia. Volume
1, No. 4, 2012: 159-165.
24.
H. Amin. 2007. Kajian Logam Berat Timbal (Pb) dan Seng
(Zn) pada Air, Sedimen, dan Makrozoobentos diperairan Waduk Cirata Provinsi
Jawa Barat. Sekolah Pasca Sarja. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
25.
Desratriyanti
R, 2009. Toksisitas Kadmium (Cd) dan
Tembaga (Cu) terhadap Perkembangan Embrio-Larva Kerang Hijau (Perna Viridis). Departemen Ilmu dan
Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Kelautan
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
26.
Yumiarti,
June Mellawati, dan Suwinna S. 1996. Akumulasi,
Ditribusi, dan Toksisitas Cd terbadap Ikan Lele (Clarias Batrachus) dalam Air.
Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, BATAN.
27.
Saputera., W, B. 2008. Desain Sistem Adsorpsi dengan Dua Adsorben.
Universitas Indonesia. Depok.
28.
Hu
H., and Gao K., 2003, Optimization Of
Growth And Fatty Acid Composition Of a Unicellular Marine Picoplankton,
Nannochloropsis Sp., With Enriched Carbon Sources, Biotechnol. Lett., 25 (5), 421–425.
29.
Fachrullah. M. R., 2011. Laju Pertumbuhan Mikroalga Penghasil Biofuel Jenis Chlorella sp. dan
Nannochloropsis sp. yang dikultivasi menggunakan Air Limbah Hasil Penambangan
Timah di Pulau Bangka, Skripsi dipublikasikan, Jurusan Ilmu dan Teknologi
Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Bogor.
30.Hibberd,
D. J., 1981. Algaebase (online),http://www.marinespecies.org/aphia.php?p=taxdetails&id=345489, diakses tgl 14
April 2013.
31.
Chilmawati,
D., dan Suminto, 2008, Penggunaan Media Kultur yang berbeda terhadap Pertumbuhan Chlorella Sp, Jurnal Saintek Perikanan, 4 (1), 42-49.
32.
Ernest.
P. 2012. Pengaruh Kandungan Ion Nitar
terhadap Pertumbuhan Nannochloropsis sp. Skripsi. Universitas Indonesia.
Depok.
33.
Cobbet,
C., S., 2000. Phytochelatin Biosynthesis
and Function in Heavy Metal Detoxification, Curr. Opin. Plant. Biol, 30
(4), 211-216.
34.
Gualtieri, B., and Barsanti, L. 2006. Algae Anatomy, Biochemistry, and
Biotechnology, CRC Press, Taylor & Francis Group, Boca Raton.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar